SEDEKAH
BUMI DI BLORA
Tradisi adalah suatu kebiasaan yang telah
dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat,
biasanya dari suatu wilayah, negara, kebudayaan, golongan/agama yang sama.
Hal yang paling mendasar dari tradisi yaitu adanya
informasi yang di teruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun
lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi akan punah.
Masyarakat
jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi atau budaya yang ada di
dalamnya. Baik tradisi cultural yang semuanya ada dalam tradisi atau budaya
jawa tanpa terkecuali. Dari beragam macamnya tradisi yang ada di masyarakat
jawa, hingga sangat sulit untuk mendeteksi serta menjelaskan secara rinci
terkait dengan jumlah trasi kebudayaan yang ada dalam masyarakat jawa tersebut.
Salah satu tradisi masyarakat jawa yang hingga sampai sekarang masih tetap
eksis dilaksanakan dan sudah mendarah daging serta menjadi rutinitas bagi
masyarakat jawa pada setiap tahunnya adalah sedekah bumi atau biasa dikenal
dengan gas deso. Tradisi sedekah bumi ini, merupakan salah satu bentuk ritual
tradisional masyarakat di pulau jawa yang sudah berlangsung secara turun
temurun dari nenek moyang orang jawa jaman dahulu. Ritual sedekah bumi ini
biasanya dilakukan oleh mereka pada masyarakat jawa yang berpotensi sebagai
petani, nelayan yang menggantungkan hidup keluarga dan sanak saudara atau sanak
keluarga mereka dari mengais riski dari memanfaatkan kekayaan alam yang ada di
bumi.
Bagi
masyarakat jawa khususnya para kaum petani dan para nelayan tradisi ritual
turun temurun yang di adakan setahun sekali atau tahunan semacam sedekah bumi bukan
hanya merupakan sebagai rutinitas atau ritual yang sifatnya tahunan belaka.
Akan tetapi, tradisi sedekah bumi mempunyai makna yang lebih dari itu, upacara
tradisional sedekah bumi itu sudah menjadi salah satu bagian yang sudah menyatu
dengan masyarakat yang tidak akan mampu untuk dipisahkan dari budaya jawa yang
menyiratkan symbol penjagaan terhadap kelestarian yang khas bagi masyarakat
agraris maupun masyarakat nelayan khususnya yang ada di pulau jawa. Kabupaten
Blora, adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah. Berjarak sekitar 127
kilometer sebelah timur Jawa Tengah, Kabupaten Blora berbatasan langsung dengan
Propinsi Jawa Timur.
Separuh
dari wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan, terutama di bagian utara,
timur, dan selatan. Daratan rendah di bagian tengah umumnya merupakan area
persawahan. Sehingga pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Kabupaten
Blora.
Di
Kabupaten Blora, tradisi sedekah bumi yang biasa di ssebut “gas deso” oleh
masyarakat Blora merupakan suatu tradisi tahunan yang setiap desa berbeda-beda
waktu pelaksaannya. Tergantung pada kapan desa tersebut mengalami panen raya
dan kemudian baru melaksanakan suatu tradisi sedekah bumi tersebut, sebagai
wujud rasa syukur masyarakat kepada Yang Maha Memberi Rejeki.
Pada
upacara tradisi sedekah bumi atau gas deso ini, tidak banyak peristiwa dan
kegiatan yang dilakukan didalamnya. Hanya saja, pada waktu acara tersebut
biasanya seluruh masyarakat sekitar yang merayakannya membuat tumpeng dan
jajanan khas daerah dan berkumpul menjadi satu di tempat sesepuh kampung, di
balai desa, sumur, waduk, makam sesepuh atau tempat-tempat yang telah
disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara ritual
sedekah bumi tersebut. Setelah itu, kemudian masyarakat membawa tumpang dan
jajanan khas daerah tersebut ke balai desa atau ke suatu tempat untuk di
do’akan oleh seorang pemuka agama atau sesepuh setempat. Usai didoakan oleh
sesepuh atau pemuka agama, kemudian kembali diserahkan kepada masyarakat
setempat yang membuatnya sendiri. Nasi tumpeng dan jajanan khas daerah yang
sudah didoakan oleh sesepuh kampung atau pemuka agama setempat tersebut
kemudian dimakan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara
sedekah bumi itu. Namun, ada juga sebagian masyarakat yang membawa nasi tumpeng
dan jajanan khas daerah tersebut pulang untuk dimakan beserta sanak keluarganya
di rumah masing-masing dan biasanya juga ada beberapa kerabat atau teman yang
bermain di saat sedekah bumi untuk meramaikan suasana bersama sambil memakan
jajanan atau makanan yang sudah disediakan. Pembuatan nasi tumpeng dan jajanan
khas daerah ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan pada saat
upacara tradisi tradisional itu.
Menurut Ibu Nanik Sukesi
Di
Kabupaten Blora, khususnya di Desa Bangkle tempat kelahiran saya, terletak di
pertengahan kota Blora, sekitar 1,5 kilometer ke arah timur alun-alun kota
Blora. Masyarakat sekitar masih mengadakan tradisi sedekah bumi, sebagai tanda
syukur mereka kepada Tuhan YME karena telah diberi rejeki dan panen yang
melimpah di tahun ini. Dengan adanya sedekah bumi, biasanya masyarakat sekitar
membuat suatu tumpeng dan jajanan sedekah bumi atau biasa di sebut dengan
jajanan pasar. Jajanan pasar yang dibuat untuk acara sedekah bumi tersebut
seperti pasung, dumbek, bugis, dan masih banyak yang lainnya. Di akhir acara
sedekah bumi tersebut seusai berdoa, biasanya menyelenggarakan suatu kesenian,
di desa bangkle paling terkenal dengan kesenian barongan.
Biasanya
di desa bangkle acara sedekah bumi di selenggarakan di 2 tempat yaitu di balai
desa atau kelurahan dan di suatu makam sesepuh. Masyarakat bangkle biasanya
menyebut nama makam sesepuh itu dengan sebutan mbah sentono, konon katanya
jaman dahulu beliaulah yang menjaga daerah bangkle.” Kata Bapak Karlin.
Di
acara tradisi sedekah bumi inilah yang terkadang dinantikan oleh anak-anak muda
atau anak-anak remaja seperti anak-anak SMA, SMP, dan mungkin juga SD. Sering
kali anak-anak SMA dan SMP membolos sekolah hanya karena ingin menghadiri acara
tradisi sedekah bumi tersebut, padahal di acara sedekah bumi ini hanya ada
makanan dan jajanan pasar. Mungkin bagi mereka tradisi sedekah bumi itu suatu
hal yang sangat menyenangkan dan mengasyikan karena dengan acara ini mereka
dapat berkumpul dengan teman-teman yang lain dan terkadang menemukan teman
baru.
Menurut Deny Dwi Kurniawan
Di
tradisi sedekah bumi ini katanya ada keasyikan tersendiri karena dapat
berkumpul bersama dengan kerabat dekat dan teman-teman untuk menikmati makanan
yang disediakan dan dapat menikmati jajanan pasar. Dan dengan adanya acara ini
suasana keakraban antara satu sama lain akan lebih erat, baik itu dengan sanak
keluarga, kerabat atau teman, dan juga dengan masyarakat sekitar atau di sebut
juga dengan tetangga.
Menurut
masyarakat sekitar yang paling kental dengan tradisi sedekah bumi itu adalah
Desa Janjang, Kecamatan Jiken, Kabupaten blora.
Desa janjang terletak di Pegunungan Kendeng Utara sekitar 20
kilometer kea rah laut kota Blora. Kawasan itu teriri dari daerah bebatuan dan
hutan jati. Kondisi yang seperi ini membuat warga sulit memperoleh air setiap
kemarau. Lahan warga pun merupakan lahan tadah hujan yang hanya mampu ditanami
padi dua kali setahun. Tidak heran jika warga desa janjang sangat menghargai
tanaman pangan, terutama padi. Penghargaan itu diwujudkan mulai dari tindakan
yang paling sederhana yaitu tidak menyiakan nasi setiap kali makan. Kalaupun
tersisa, nasi itu dijadikan makanan ayam.
Pertunjukan wayang krucil
Penghargaan terbesar diungkapkan dalam sedekah bumi yang
dilaksanakan setelah panen padi. Warga desa menyebut ungkapan syukur atas
pemberian Sang Maha Hidup itu sebagai Manganan Janjang. Rangkaian Manganan
Janjang dimulai pada malam acara sedekah bumi dengan menampilkan wayang krucil
di rumah kepala desa dengan lakon Mbedah Nagari Makadam Lakon itu berkisah
tentang pertentangan antara pemeluk agama Nasrani dan Islam yang berakhir
dengan perdamaian. Ungkapan syukur tidak hanya dengan memberi sedekah,
melainkan juga memelihara kedamaian antarsesama manusia yang berbeda latar
belakang. Pada acara sedekah bumi dari pagi hingga sore, rangkaian Manganan
Janjang memasuki tahap hajatan yang di gelar di halaman makam Jati Kusuma.
Warga dan pengunjung membawa nasi urap, tumpeng bucu, dan ayam panggang untuk
dijadikan satu dalam sebuah tempat.
Pada saat itu, prgelaran wayang krucil kembali dilanjutkan.
Pertunjukan itu dipadukan dengan kupat luwar, melepas ikatan ketupat berisi
beras kuning dan uang receh dlam satu kali tarikan. Terurainya ketupat
merupakan symbol terlepasnya seseorang dari masalah. Seusai pertunjukan, nasi
urap yang semula dijadikan satu dibagikan kembali kepada warga dan pengunjung
dengan dibungkus daun jati. Sementara itu, warga Desa janjang membagi-bagikan
nasi dan urap itu dalam tampah untuk dimakan bersama-sama. Warga dan pengunjung
juga memperoleh pembagian air dari gentong atau guci peninggalan leluhur desa.
Nasi, daun jati, dan air merupakan pemberian Sang Pencipta. Ketiganya dipercaya
menjadi pertanda kehidupan di tahun berikutnya. Jika nasi yang diberikan
kurang, menandakan paceklik panjang. Jika daun jati pembungkus kurang, pertanda
panen tembakau gagal. Begiu pula jika air yang diberikan tidak mencukupi,
berarti musim kemarau akan berlangsung lama.
Kisah Jipang Panaolan
Manganan Janjang juga merupakan tradisi penghormatan kepada
leluhur Eyang Jati Kusuma dan Jati Suworo. Mereka berdua adalah saudara
Pangeran Benawa, Adipati Jipang Panolan, putra Sultan Hadiwijaya atau Jaka
Tingkir. Kisah kedua leluhur desa itu terkait erat dengan peristiwa Perang
Jipang (1549), pertempuran antara Kerajaan Pajang dan Demak melawan Jipang
Panolan yang saat ini menjadi nama desa di Kecamatan Cepu, Kabupaten Blora.
Waktu itu, Jipang Panolan dipimpin Arya Penangsang, sedangkan Pajang-Demak
dipimpin oleh Jaka Tingkir. Perang itu merupakan perang saudara. Arya Penagsang
merupakan cucu dari Raja Demak Sultan Trenggono (1521-1546), sedangkan Jaka
Tingkir ialah menantu Sultan Trenggono. Akhirnya, Jaka Tingkir menang dalam
pertemuan itu dan menjadi Jipanh Panolan di wilayah Pajang. Wilayah itu
diserahkan kepada Pangeran Benawa. Pasca kekalahan Pajang dari Mataram,
Pangeran Benawa mewarisi Wulu Domba Pancal Panggung, kumpulan pusaka Pajang.
Pusak-pusaka itu disimpan dalam guci buatan China. Seiring berkembangnya Jipang
Panolan, pusaka lambang kejayaan Jipang Panolan dicuri kadipaten Rajegwesi,
sekarang disebut dengan Kabupaten Bojonegoro. Kedua kadipaten itu kedua
kadipaten itu dibatasi Sungai Bengawan Solo.
Pangeran Benawa memerintahkan saudara-saudaranya, antara lain
Pangeran Jati Kusuma dan Jati Suworo, mencari pusaka itu. Mulailah Jati Kusuma
dan Jati Suworo mengembara untukmenemukan pusaka peninggalan Pajang. Perjalanan
pencarian itu berjuang di Desa Janjang. Jati Kusuma dan Jati Suworo menetap di
desa yang berada di puncak bukit sembari mengajarkan pengetahuan tentang hidup
kepada masyarakat sekitar.
Menurut
adat istiadat dalam tradisi atau budaya ini, di antara makanan yang menjadi
makanan pokok yang harus ada dalam tradisi ritual sedekah bumi adalah nasi
tumpeng dan ayam panggang. Sedangkan yang lainnya seperti minuman, buah-buahan
dan lauk-pauk hanya bersifat tambahan saja, tidak menjadi perioritas yang
utama. Dan pada acara akhir, nantinya para petani biasanya menyisakan nasi,
kepala dan ceker ayam, ketiganya dibungkus dan diletakkan di sudut-sudut petak
sawahnya masing-masing.
Dalam
puncaknya acara ritual sedekah bumi diakhiri dengan pertunjukan Barongan,
Wayang (wayang kulit atau wayang krucil) atau Tayub yang merupakan ciri khas
kesenian Blora dan kemudian melantunkan doa bersama-sama oleh masyarakat
setempet dengan dipimpin oleh pemuka agama setempat atau sesepuh kampung yang
sudah sering dan terbiasa memimpin jalannya ritual tersebut. Ada
yang sangat menarik dalam lantunan doa yang ada dilanjutkan dalam ritual
tersebut. Yang menarik dalam lantunan tersebut adalah kolaborasi antara
lantunan kalimat-kalimat Jawa dan yang dipandukan dengan khazanah-khazanah doa
yang bernuansa Islami.
Ritual
sedekah bumi yang sudah menjadi rutinitas bagi masyarakat di Kabupaten Blora
ini merupakan salah satu jalan dan sebagai symbol penghormatan manusia terhadap
tanah yang menjadi sumber kehidupan. Menurut cerita, para nenek moyang orang
jawa jaman dahulu, “ Tanah itu merupakan pahlawan yang sangat besar bagi
kehidupan manusia di muka bumi. Maka dari itu tanah harus diberi penghargaan
yang layak dan besar. Dan ritual sedekah bumi inilah yang menurut mereka
sebagai salah satu symbol yang paling dominan bagi masyarakat kabupaten Blora
khususnya para petani untuk menunjukkan rasa cinta kasih saying dan sebagai
penghargaaan manusia atas bumi yang telah member kehidupan bagi manusia”.
Selain itu, sedekah bumi dalam tradisi masyarakat Blora juga merupakan salah
satu bentuk untuk meuangkan serta mencurahkan rasa syukur kepada Tuhan YME atas
nikmat dan berkah yang telah diberikan-Nya. Sehingga seluruh masyarakat Blora
bisa menikmatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar