Kamis, 08 Januari 2015

budaya jawa



TRADISI RUWATAN di PURBALINGGA

1.       DESKRIPSI RUWATAN

Kata “ruwat” mempunyai arti terlepas (bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa.
Ruwatan atau meruwat berarti upaya manusia untuk membebaskan seseorang yang menurut kepercayaan akan tertimpa nasib buruk, dengan cara melaksanakan suatu upacara dan tata cara tertentu.
Menurut kepercayaan sebagian masyarakat (jawa: Gugon Tuhon) bahwa sebagian orang yang mempunyai kriteria tertentu itu dalam hidupnya di dunia ada yang akan tertimpa nasib buruk.
Asal mula adanya tradisi ruwatan yaitu, dalam cerita pewayangan ada seorang tokoh yang bernama "Bethoro Guru" atau "Sang Hyang Guru", dia beristrikan dua orang istri. Dari istri pademi dia menurunkan seorang anak laki-laki bernama Wishnu. setelah dewasa Wishnu menjadi orang yang berbudi pekerti baik, sementara dari istri selir dia juga menurunkan seorang anak laki-laki bernama Bethoro Kolo. Setelah dewasa Bethoro Kolo menjadi orang jahat, konon kesurupan setan. Dia sering mengganggu jalma manusia untuk dimakan. Maka sang ayah memberi nasehat ''Jangan semua jalma kamu mangsa, akan tetapi pilihlah jalma seperti dibawah ini” :
1.    Untang-Anting
yakni anak tunggal laki-Iaki.
2.    Unting-Unting          
yakni anak tunggal perempuan.
3.    Kedono-Kedini          
yakni dua anak laki-Iaki dan perempuan.
4.    Kembang Sepasang    
yakni dua anak perempuan.
5.    Uger-Uger Lawang
yakni dua anak laki-laki.
6.    Pancuran Keapit Sendang
yakni tiga anak, perempuan, laki-laki dan perempuan.
7.    Sendang Keapit Pancuran
yakni tiga anak, laki-laki, prempuan dan laki-laki.
8.    Cukit-Dulit
yakni tiga anak laki-Iaki.
9.    Sarombo
yakni empat anak laki-Iaki.
10.    Pandowo
yakni lima anak laki-laki.
11.    Gotong Mayit         
yakni tiga anak perempuan.

12.    Sarimpi
yakni empat anak perempuan.
13.    Ponca Gati            
yakni lima anak perempuan.
14.    Kiblat Papat  
yakni empat anak laki-laki dan perempuan.
15.    Pipilan
yakni lima anak, empat perempuan dan satu laki-laki.
16.    Padangan  
yakni lima anak, satu perempuan em pat laki-laki.
17.    Sepasar
yakni Lima anak laki-laki dan perempuan.
18.    Pendowo Ngedangno
yakni tiga anak laki-laki dan satu perempuan.

Dalam mitos orang Jawa, cerita diatas secara turun temurun masih diyakini kebenarannya, sehingga menurut Shohibur riwayah agar Bethoro Kolo yang jahat itu tidak memangsa jalma seperti tersebut diatas, dicarikan solusi yaitu harus diadakan "RUWATAN" untuk anak yang bersangkutan.
Dalam tradisi Jawa, ruwatan yang diyakini oleh kebanyakan orang jawa sebagai solusi agar jalma/anak yang bersangkutan terhindar dari mara bahaya, adalah suatu upacara yang acaranya sebagai berikut:
a.    Mengadakan pagelaran wayang;
b.    Sebagai pemandu pagelaran ini, dipilih seorang "DALANG SEJATI";
c.    Lakon yang dipentaskan, lakon khusus "MURWO KOLO";
d.    Menyajikan sesaji khusus untuk memuja Bethoro Kolo;
e.    Pada acara pamungkas ruwatan, ki Dalang Sejati membacakan mantra-mantra dengan iringan gamelan, langgam dan gending tertentu. Konon mantra-mantra tersebut untuk tolak balak (mengusir Bethoro Kolo yang jahat itu).
Acara ruwatan yang lebih bernuansa islamipun ada. Pada saat para wali bertabligh di Jawa, tradisi ruwatan tersebut terus berlaku di kalangan masyarakat. Oleh karena menurut hasil seleksi para wali di dalam upacara dan acara ruwatan ala Jawa tersebut ada unsur-unsur yang menyimpang dari syari’ah, dan ada juga unsur-unsur yang merusak 'aqidah. Maka dengan bijak mbah wali mencari alternatif lain dengan cara mewarnai budaya tersebut dengan amalan-amalan yang Islami.
Sewaktu ada salah satu warga masyarakat yang meminta kepada mbah wali untuk diruwat, beliau tetap melayaninya, namun dengan cara baru, yaitu :
-          Amalan yang asalnya berbau Khurafat (Gugon Tuhon) diarahkan kepada perilaku yang bertendensi kepada syari’ah
-          Amalan yang asalnya berbau syirik, diarahkan kepada Tauhid
-          Amalan yang asalnya berbau bid’ah, diarahkan kepada Sunnah.
Dalam acara ruwatan yang Islami ini, mbah Wali berinisiatif untuk melakukan amalan-amalan yang sekiranya sesuai dengan tuntunan syari’ah dan berpegang pada aqidah yang benar. Amalan-amalan tersebut antara lain :
a.    Membaca surat Yasin dengan cara berjama'ah;
b.    Membaca kalimah Thayyibah dan shalawat Nabi;
c.    Memanjatkan do'a (memohon kepada Allah SWT) agar keluarga yang bersangkutan terhindar dari mara bahaya, diberi keselamatan di dunia dan akhirat;
d.    Diadakan sekedar selamatan, shadaqahan, yang dihidangkan kepada para peserta upacara ruwatan.
Mengenai hukum ruwatan dengan cara tradisi Jawa seperti yang tersebut dalam keterangan di atas, kiranya cukup jelas bagi kaum muslim, bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan, karena didalamnya ada unsur-unsur yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Sekarang bagaimana hukum ruwatan yang dilaksanakan dengan mambaca surat Yasin, Sholawat Nabi, Kalimah Thoyyibah, bacaan do'a dan selamatan ala kadarnya? Jawaban masalah tersebut, bisa diuraikan sebagai berikut:
a.    Membaca surat Yasin dan sholawat Nabi dengan maksud agar tercapai apa yang dituju, terlepas dari kesulitan dan terhindar dari bermacam-macam kejahatan, hal itu termasuk amalan yang dibenarkan dalam agama kita.
b.    Beristighatsah dengan niat bertaqarrub dan berdo'a/ memohon kepada Allah mengenai segala urusan, baik urusan yang kecil atau yang besar, adalah termasuk hal yang diperintahkan oleh Allah dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
c.    Mengadakan selamatan/menghidangkan hidangan kepada para peserta upacara ruwatan dengan niat shadaqah. Hal ini juga rnengandung banyak fadlilah/keutamaan, antara lain : menyebabkan orang yang bersedekah akan terhindar dari beraneka ragam balak, mushibah dan mara bahaya.
            Dalam Tradisi Ruwatan ini mengandung unsur Religi, karena dalam tradisi ini lebih pada bertujuan untuk mendoakan agar si anak yang diruwat hidupnya kelak sejahtera dan jauh dari marabahaya. Selain unsur religi, terdapat unsur kebudayaan yang lain yaitu unsur Sosial, unsur Seni, dan unsur Pengetahuan. Unsur Sosial termasuk dalam tradisi ini karena dalam tradisi ini peran masyarakat sekitar juga berperan penting. Dari merekalah doa-doa untuk si anak. Semakin banyak yang hadir maka semakin banyak yang mendoakan itu akan jauh lebih baik. Dan kebersamaan itu semakin mempererat tali silaturahim dan kekeluargaan. Unsur seni ada dalam tradisi ini karena dalam ruwatan ada pagelaran wayang dimana wayang sendiri menjadi hiburan dan mengandung makna cerita yang bersangkutan dengan si anak. Unsur Pengetahuan juga termasuk, karena di setiap daerah memiliki tradisi ruwat yang berbeda.
            Material yang dibutuhkan dalam tradisi ruwat ini berbentuk seperti wayang dan seperangkat gamelannya, sesaji, serta perlengkapan selamatan seperti ada nasi tumpeng dan lainnya. Fungsinya nanti untuk makan bersama setelah selesai memanjatkan doa-doa. Dan makna sesaji untuk mengucapkan rasa syukur pada Yang Maha Kuasa.
TRADISI MITONI
Kegiatan yang berbau artikel budaya jawa dengan adat yaitu sebuah ritual pasti tidak akan bisa dipisahkan dalam kehidupan kita. Adat istiadat khusunya di kita itu sangat dipegang teguh prinsipnya hingga sekarang ini. Apalagi bagi Anda yang merupakan suku jawa pasti sangat erat dengan berbagai acara adat istiadat.
Berbagai macam ritual ada dalam tradisi dalam artikel budaya jawa ini. Contohnya saja ada yang namanya mitoni. Rangkaian upacara mitoni ini dimaksudkan sebagai perkembangan dalam kehidupan kita.Pasti kalau Anda termasuk dalam suku jawa dari mulai Anda masih didalam perut ibu Anda sudah mengalami berbagai macam ritual jawa. Contohnya saja selamatan 7 bulanan. Tapi hikmah yang kita ambil dari kegiatan ritual adat ini sangatlah bagus yaitu agar ibu maupun jabang bayi yang nantinya kan lahir tesebut selalu diselimuti dengan keselamatan.
Upacara atau prosesi adat yang berlangsung dalam kebudayaan di dalam artikel budaya jawa juga bukan sebatas pelestarian budaya saja. Akan tetapi juga mengandung makna yang sangat baik bagi kehidupan kita ini.
Adat istiadat dalam artikel budaya jawa itu berkembangnya mulai dari bagian tengahnya juga dengan bagian dari timur jawa. Dengan begitu perlu kerukunan dan keberssaman yang tinggi dari mereka agar kelestarian budaya dapat selalu terjaga sampai generasi anak ccu mereka pada masa yang akan datang.
Pandangan hidup orang jawa
Sudut pandang pemikiran orng jawa atas kelangdsungan hidupnya berdasarkan kenyataan yang ada. Perjalanan hidup yang mereka telah laui merea jadikan pengalaman agar hidup mereka menjadi lebih baik lagi daripada yang sebelumnya
Dalam beradaptasi dilingkungan kebanyakanorang berpendapat bahwa orang jawa itu memiliki sifat yang ramah tamah. Sehingga banyak orang yang segan dengan mereka.
Di dalam artikel budaya jawa juga memuat berbagai macam ritual yang ada di jawa
Ini adalah langkah awal ritual dimana saat bayi masih ada di dalam kandungan ibunya:
1. Satu bulan, pada saat umur hamilnya masih atau baru satu bulan biasnya diadakan acara mebagi-bagikan makanan yang bernama jenang putihdisertai pembacaan doa
2. Dua bulan,pada usia kehamilan yang memasuki 2 bulan biasanya membagi-bagikan
  • jenang sumsum. Jenang berwarna putih yang dimakan bersama air gula,
  • jenang boro-boro. Kalau jenang ini jenang bekatul yang dimakan bersama gula pasir ditambah dengan kelapa parut),
  • jenang abang putih, dan sekul janganan. Maksudnya ialah nasi putih yang ditambahkan dengan urap, sayur-sayuran diolah dengan cara direbus ditambah dengna telur tak lupa juga dilengkapi dengan sambal
  • lalu disertai jajanan pasar, seperti umbi-umbiandan berbagai macam jenis kerupuk
3. Tiga bulan
Pada masa 3 bulan biasanya diberi makanan sekul punar ponthang
Makanan Sekul punar ponthang mungkin asing ditelinga Anda padahal isinya itu nasi kuning dilengkapi lauk pauk seperti daging, tempe tahu, telor. Penyajian makanan tersebut ditakir dan dihias denagn janur.
4. Empat bulan,
Pada selamatan usia 4 bulan biasanya makanan yang disajikan itu adalah kupat gudeg dan tumpeng janganan.
5. Lima bulan,
Pada usia 5 bulan biasanya menyajikan tumpeng yang dibagikan ke-para tetangga dalam rangka meminta doa akan lahirnya jabang bayi tersebut.
6. Enam bulan,
Pada usia kandungan 6 bulan biasanya acara selamatan disajikan makanan berupa tumpeng janganan, tak hanya itu juga adad apem conthong yaitu apem atau surabi yang unuiknya makanan ini dibungkus daun pisang yang dibentuk kerucut.
7. Tujuh bulan,
Pada usia kandungan sudah mencapai 7 bulan diadakan acara selamatan. Acara ini disajikan tujuh buah tumpung jagagnan sebagai lambing 7 bulan usia kandungan. Saat selametan tujuh bulanan ini juga agdalagi acara ritual yang dikenal dengan upacara tingkeban, harus diselenggarakan pada tanggal yang ganjil, jangan lewat dari tanggal berikut 15 (3, 5, 7, 9, 11,13,15), dilaksanakan pada pukul 11 siang yang harinya bisa hari rabu ataupun hari sabtu.
Proses memandikan juga ada. Sang calon ibu dimandikan dengan air yang telah diambil dari tujuh sumber yang berbeda dan juga ditambahkan bunga agar wangi. Bunga yang dipakai biasanya bunga melati dan juga bunga mawar . Syarat yang memandikannya ialah para wanita usia lanjut yang pastinya sudah mengerti akan perjalanan hidup. Manfaatnya agar dapat petuah dari mereka yang sudah berpengalaman.
Ritual selanjutnya itu ialah upacara brojolan yang dipimpin oleh sesepuh wanita. Upacara brojolan ini prosesinya adalah melakukan berturut-turut meluncurkan cengkir gading di depan perut calon ibu. Lalu setelah itu cengkir gading tersebut digambari dengan wajah Dewi Sri dan Sadana atau Arjuna dan Sumbadra. Lalu langkah selanjutnya , ambil kain untuk menutupi cengkir ganding tersebuit lalu berikan kepada mertua.
Proses memandikan siudah selesai, kini saatnya calon ibu itu merias penampilannya. Namun dilarang menggunakan aksesoris anting. Prosesi mandi telah selesai dilanjut dengan acara numpeng. Nah pada prosesi ini orang tua yaitu bapak dan calon ibu melakukan potong tumpeng, ujung tumpeng itu diberikan suami kepada sang istri. Lalu sang istri memberikan lele goring dan burung kepodang goring kepada sang suami .
8. Delapan bulan,
Pada usia kandungan mencapai delapan bulan acara ritual selamatan terdapat bulus angrem. Bulus angrem ini sebagai makan penyu yang sedang mengerami telurnya.
9. Sembilan bulan,
Pada usia kandungan sembilan bulan disajikan makanan yaitu jenang procot. Makanan jenang yang dimakan dengan tepung beras lalu ditambah santan dan gula merah, tak lupa dilengakapi dengan pisang raja utuh.

Upacara
Tradisi ritual upacara yang ada di dalam artikel budaya jawa diantaranya:
1. Upacara mitoi atau tingkeban. Ritual yang dilakukan saat usia kandungan tujuh bulan.
2. Upacara kelahiran. Dalam ritual upacara ini prosesinya dilakukan setelah bayi lahir 7 hari. Prosesnya biasnya mencukur rambut bayi lalu memberikan nama kepada bayi ang baru lahir tersebut.
3. Upacara sunatan.Kalau ritual upacara ini hanya khusus bagianak laki-laki yang dikhitan.
4. Upacara perkawinan. Ritual ini dimana 2 orang menyatukan cintanya agar abadi dan dianugerahi anak.
5. Upacara kematian. Ritual ini dilakukan saat ada anggotakeluarga yang menghembuskan nafas terakhir. Prosesinya mulai dari memandikan mayat , mengkafani mayat, mensholatkan mayat, sampai dengan acara puncak yaitu menguburkan mayat.
Artikel budaya jawa juga memberikan informasi Ritual Lainnya :
  • Tedhak sinten
Upacara ini prosesinya yaitu dimana bayi pertama kali menginjakan kakinya kae tanah.
Langkah awal prosesinya, orang tua harus membantu denganmenuntun sang anak untuk berjalan diatas cobekan yang didalamnya berisi sesaji makanan sejenis dodol dibuat dari bahan beras ketan berwarna putih dan merah serta beras kuning. Sesudah itu barulah sang anak turun ke tanah dibibing oleh orangtuanya. Lalu ibu dan sang anak masuk kedalam kurungan anak, didalam kurungan tersebut tersedia berbagai mainan yang bisa dipilih oleh sang anak.
  • Ada lagi ritual dari artikel budaya jawa Yogyakarta yang waktu penyelenggraannya di bulan sapar sesuai kalender hijriah yaitu upacara adat saparan bekakak. Upacara Saparan bekakak ini diselenggarakannya pada hari jumat tepatnya setelah pulang jumatan
  • Lalu ada lagi ritual artikel budaya jawa yang bernama tahlilan.Tahlilan yang sering ada di lingkungan masyarakat yang beragama islam memang sudah banyak ditemukan apalagi saat mendoakan yang telah meninggal.
Kata tahlil itu sendiri berasal dari kata hallala, yuhallilu, tahlilan, makananya yaitu membaca kalimah la ilaha illallah. Dalam masyarakat dalam artikel budaya jawa kalimat tahlil tersebut selalu diucapkan pada berbagai kesempatan acara apa pun. Baik sat dirumah, di mesjid, di mushola, maupun saat di lapangan.
Semoga artikel budaya jawa ini menambah wawasan bagi Anda dan pengetahuan Anda dalam mengenal lebih kebudayaan bangsa Indonesia.

       Dalam tradisi mitoni mengandung unsur bahasa. Unsur bahasa dalam tradisi mitoni ini masyarakat lebih menggunakan bahasa
       Materi yang digunakan dalam tradisi mitoni ini salah satu contoh berbentuk seperti kelapa yang digambar wayang lakon arjuna dan sembadra. Menurut kepercayaan memiliki makna agar si jabang bayi kelak lahir entah laki-laki atau perempuan paras dan sifatnya seperti arjuna atau sembadra. Fungsinya kelapa itu nanti untuk di buka dan dapat diminum airnya.

TRADISI WIWITAN (sebelum panen padi)

Wiwitan adalah ritual persembahan tradisional Jawa sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur kepada bumi sebagai sedulur sikep dan Dewi Sri (dewi padi) yang telah menumbuhkan padi yang ditanam sebelum panen. Disebut sebagai ‘wiwitan’ karena arti ‘wiwit’ adalah ‘mulai’, jadi memulai memotong padi sebelum panen diselenggarakan.
Yang disebut bumi adalah sedulur sikep bagi orang Jawa karena bumi dianggap sebagai saudara manusia yang harus dihormati dan dijaga kelestariannya untuk kehidupan. Dalam tradisi Jawa, konsep meminta kepada sedulur sikep tidak ada atau tidak sopan, kepada sedulur sikep kita harus memberi sekaligus menerima, bukan meminta. Jika hormat kita berkurang kepada bumi, atau kita tidak menjaga kelestarian alam, maka bumi akan memberi balasan dengan situasi yang buruk yang disebut pagebluk, ditandai dengan hasil panen yang buruk, kekeringan, cuaca tak menentu, dll.
Kami menyiapkan hidangan yang tidak akan dijumpai sehari-hari; sego tumpeng, sambel gepeng, gereh pethek, tontho, kacang gleyor santen, pitik ingkung. Juga kembang setaman, banyu kendhi dadap sirep, janur dikepang, dan kemenyan.
Semuanya sesungguhnya mempunyai makna. Seperti nasi ‘tumpeng’ yang artinya tumekaning penggayuh, atau keinginan yang diraih. Saya tidak mampu menerangkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kemudian kami membawa sesaji dan hidangan itu ke tengah sawah untuk mengadakan kenduri, artinya adalah kekendelan kang diudari, atau keberanian yang disampaikan. Setelah semua ubo rampe (kelengkapan) ditata sedemikian rupa ditengah-tengah sawah, kami membaca mantra sebagai berikut.
Amit pasang paliman tabik,
Ilo-ilo dino linepatno saking siku Gusti kang hakaryo bhawono
Danyang Sri Semara Bumi kang mbaureksi sabin … (nama sawah atau desa)
Mbok Dewi Sri pepitu, Kang lumpuh gendongen, kang wuto tuntunen, kulo aturi nglempak saklebeting sabin, ingak sampun kulo ancer-anceri sak pucuking blarak.
Sak sampunipun nglempak, kulo caosi daharan ngabekti; sekul petak gandha arum, gereh pethek sambel gepeng, untub-untub lan sak panunggalanipun. Gandeng anggen kulo titip wiji gugut sewu, wonten ing tegal kabenteran sampun wancinipun sepuh, badhe kulo boyong wonten soko domas bale kencono.
Kaki markukuhan, Nyai markukuhan, kukuhana kang dadi rejekiku. Nyai pakeh lan kaki Pakeh, akehono kang dadi rejekiku, yen ana kekurangane, tukuo neng pasar dieng, lan seksenono ing dino … (nama hari) minggu legi punika.
Setelah membaca mantra, saya menyiram air kendhi yang dimasuki daun dari pohon dadap sirep sebagi simbol untuk menenangkan hati dan pikiran setelah sekian lama berjuang menumbuhkan padi. Rep kedhep dadap sirep. Juga menyebar beberapa makanan ke tengah sawah. Kemudian membungkus empat bungkusan hidangan yang akan ditaruh di empat sudut sawah, itu adalah simbol kiblat papat siji pancer; kakang kawah, adi ari-ari, getih, lan puser, kang nyawiji dadi siji.
Dalam tradisi wiwitan ini mengandung unsur ekonomi, karena bertujuan agar nanti membawa keberkahan saat panen tiba para petani penuh semangat memanen padi dan hasil panen melimpah sehingga ekonomi masyarakat akan membaik.
Materi yang diperlukan atau digunakan dalam tradisi ini seperti berbentuk nasi ‘tumpeng’ yang artinya bermakna tumekaning penggayuh, atau keinginan yang diraih. Fungsinya nanti bisa untuk di makan bersama setelah prosesi wiwitan.

WAYANG GOLEK

Wayang Golek adalah suatu seni tradisional sunda pertunjukan wayang yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan, Daerah penyebarannya terbentang luas dari Cirebon di sebelah timur sampai wilayah Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang berbatasan dengan Jawa Barat sering pula dipertunjukkan pergelaran Wayang Golek.
Wayang adalah bentuk teater rakyat yang sangat populer, terutama di pulau Jawa dan Bali. Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan “bayang”, karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain dikenal wayang kulit, yang paling populer adalah Wayang golek . Istilah golek dapat merujuk kepada dua makna, sebagai kata kerja kata golek bermakna 'mencari', sebagai kata benda golek bermakna boneka kayu.[1] Berkenaan dengan wayang golek, ada dua macam diantaranya wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa yang ada di daerah Sunda. Kecuali wayang orang yang merupakan bentuk seni tari-drama yang ditarikan manusia, kebanyakan bentuk kesenian wayang dimainkan oleh seorang dalang sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan antawacana, mengatur gamelan mengatur lagu dan lain-lain.
Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun carangan. Alur cerita dapat diambil dari cerita rakyat seperti penyebaran agama Islam oleh Walangsungsang dan Rara Santang maupun dari epik yang bersumber dari cerita Ramayana dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda (salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu perangkat boning, satu perangkat boning rincik, satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang (sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang dan rebab.
Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana, Apek, Asep Sunandar Sunarya, Cecep Supriadi, ki dalang IIN wahyu iskandar dll.
Kini selain sebagai bentuk teater seni pertunjukan wayang, kerajinan wayang golek juga kerap dijadikan sebagai cindera mata oleh para wisatawan. Tokoh wayang golek yang lazim dijadikan cindera mata benda kerajinan adalah tokoh pasangan Rama dan Shinta, tokoh wayang terkenal seperti Arjuna, Srikandi, dan Krishna, serta tokoh Punakawan seperti Semar dan Cepot. Kerajinan wayang golek ini dijadikan sebagai dekorasi, hiasan atau benda pajangan interior ruangan. Adapun di zaman modern ini Wayang golek purna kreasi sudah mulai di kembangkan oleh para pengrajin wayang muda,yang tetap tidak menghilangkan pakem dari Wayang golek purwa, di ataranya ada pengarajin Cahya Medal ,Wayang Golek Evolution,Caraka Wayang Indonesia (CWI) dan lain-lain.
Wayang Golek biasanya terbuat dari bahan Kayu Lame atau Albasiah. Wayang dibuat dengan cara meraut dan mengukirnya secara teliti dan mendetail, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Pewarnaannya menggunakan cat duko, sehingga menjadikan wayang tampak lebih cerah. Pewarnaan adalah bagian penting dalam pembuatan Wayang Golek karena dari proses inilah berbagai karakter tokoh dihasilkan. Warna dasar yang biasa digunakan dalam wayang ada empat yaitu: merah, putih, prada, dan hitam. Warna pada wayang juga dapat menyimbolkan kepribadian tokoh pewayangan.Wayang Golek sebagai suatu kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya.
Dalam wayang golek sendiri terdapat unsur budaya yaitu unsur teknologi. Unsur teknologi termasuk dalam kesenian wayang golek dikarenakan dilihat dari teknik pembuatan wayangnya. Yang membutuhkan proses yang panjang dan juga peralatan tertentu agar hasil wayang golek bagus. Unsur teknologinya berupa alat dan bahan untuk membuat boneka wayang goleknya, seperti peralatan pahat dan juga pewarna wayangnya yang semakin canggih dan macam-macam jenisnya.
Materi yang diperlukan dalam pagelaran wayang golek sendiri tentu berentuk boneka wayangnya. Makna dari boneka wayang itu adalah sebagai tokoh cerita agar semakin menghidupkan cerita ketika dalang mulai bercerita atau mengisahkan sebuah kisah. Fungsi dari boneka wayang golek ini untuk memperjelas penokohan dalam sebuah kisah, sehingga cerita yang akan dibawakan dalang lebih jelas dan mudah dipahami serta mampu untuk di bedakan oleh para penontonnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar