TRADISI RUWATAN di PURBALINGGA
1.
DESKRIPSI RUWATAN
Kata “ruwat” mempunyai arti terlepas
(bebas) dari nasib buruk yang akan menimpa.
Ruwatan atau meruwat berarti upaya
manusia untuk membebaskan seseorang yang menurut kepercayaan akan tertimpa
nasib buruk, dengan cara melaksanakan suatu upacara dan tata cara tertentu.
Menurut kepercayaan sebagian
masyarakat (jawa: Gugon Tuhon) bahwa sebagian orang yang mempunyai kriteria
tertentu itu dalam hidupnya di dunia ada yang akan tertimpa nasib buruk.
Asal mula adanya tradisi ruwatan
yaitu, dalam cerita pewayangan ada seorang tokoh yang bernama "Bethoro
Guru" atau "Sang Hyang Guru", dia beristrikan dua orang istri.
Dari istri pademi dia menurunkan seorang anak laki-laki bernama Wishnu. setelah
dewasa Wishnu menjadi orang yang berbudi pekerti baik, sementara dari istri
selir dia juga menurunkan seorang anak laki-laki bernama Bethoro Kolo. Setelah
dewasa Bethoro Kolo menjadi orang jahat, konon kesurupan setan. Dia sering
mengganggu jalma manusia untuk dimakan. Maka sang ayah memberi nasehat ''Jangan
semua jalma kamu mangsa, akan tetapi pilihlah jalma seperti dibawah ini” :
1. Untang-Anting
yakni anak tunggal laki-Iaki.
2. Unting-Unting
yakni anak tunggal perempuan.
3. Kedono-Kedini
yakni dua anak laki-Iaki dan
perempuan.
4. Kembang Sepasang
yakni dua anak perempuan.
5. Uger-Uger Lawang
yakni dua anak laki-laki.
6. Pancuran Keapit Sendang
yakni tiga anak, perempuan,
laki-laki dan perempuan.
7. Sendang Keapit Pancuran
yakni tiga anak, laki-laki, prempuan
dan laki-laki.
8. Cukit-Dulit
yakni tiga anak laki-Iaki.
9. Sarombo
yakni empat anak laki-Iaki.
10. Pandowo
yakni lima anak laki-laki.
11. Gotong Mayit
yakni tiga anak perempuan.
12. Sarimpi
yakni empat anak perempuan.
13. Ponca Gati
yakni lima anak perempuan.
14. Kiblat Papat
yakni empat anak laki-laki dan perempuan.
15. Pipilan
yakni lima anak, empat perempuan dan
satu laki-laki.
16. Padangan
yakni lima anak, satu perempuan em
pat laki-laki.
17. Sepasar
yakni Lima anak laki-laki dan
perempuan.
18. Pendowo Ngedangno
yakni tiga anak laki-laki dan satu
perempuan.
Dalam mitos orang Jawa, cerita
diatas secara turun temurun masih diyakini kebenarannya, sehingga menurut Shohibur
riwayah agar Bethoro Kolo yang jahat itu tidak memangsa jalma seperti
tersebut diatas, dicarikan solusi yaitu harus diadakan "RUWATAN"
untuk anak yang bersangkutan.
Dalam tradisi Jawa, ruwatan yang
diyakini oleh kebanyakan orang jawa sebagai solusi agar jalma/anak yang
bersangkutan terhindar dari mara bahaya, adalah suatu upacara yang acaranya
sebagai berikut:
a. Mengadakan pagelaran wayang;
b. Sebagai pemandu pagelaran ini, dipilih seorang "DALANG
SEJATI";
c. Lakon yang dipentaskan, lakon khusus "MURWO KOLO";
d. Menyajikan sesaji khusus untuk memuja Bethoro Kolo;
e. Pada acara pamungkas ruwatan, ki Dalang Sejati membacakan
mantra-mantra dengan iringan gamelan, langgam dan gending tertentu. Konon
mantra-mantra tersebut untuk tolak balak (mengusir Bethoro Kolo yang jahat
itu).
Acara ruwatan yang lebih bernuansa
islamipun ada. Pada saat para wali bertabligh di Jawa, tradisi ruwatan
tersebut terus berlaku di kalangan masyarakat. Oleh karena menurut hasil
seleksi para wali di dalam upacara dan acara ruwatan ala Jawa tersebut ada
unsur-unsur yang menyimpang dari syari’ah, dan ada juga unsur-unsur yang
merusak 'aqidah. Maka dengan bijak mbah wali mencari alternatif lain dengan
cara mewarnai budaya tersebut dengan amalan-amalan yang Islami.
Sewaktu ada salah satu warga
masyarakat yang meminta kepada mbah wali untuk diruwat, beliau tetap
melayaninya, namun dengan cara baru, yaitu :
-
Amalan yang asalnya berbau Khurafat
(Gugon Tuhon) diarahkan kepada perilaku yang bertendensi kepada syari’ah
-
Amalan yang asalnya berbau syirik,
diarahkan kepada Tauhid
-
Amalan yang asalnya berbau bid’ah,
diarahkan kepada Sunnah.
Dalam
acara ruwatan yang Islami ini, mbah Wali berinisiatif untuk melakukan
amalan-amalan yang sekiranya sesuai dengan tuntunan syari’ah dan berpegang pada
aqidah yang benar. Amalan-amalan tersebut antara lain :
a. Membaca surat Yasin dengan cara berjama'ah;
b. Membaca kalimah Thayyibah dan shalawat Nabi;
c. Memanjatkan do'a (memohon kepada Allah SWT) agar keluarga
yang bersangkutan terhindar dari mara bahaya, diberi keselamatan di dunia dan
akhirat;
d. Diadakan sekedar selamatan, shadaqahan, yang dihidangkan
kepada para peserta upacara ruwatan.
Mengenai hukum ruwatan dengan cara
tradisi Jawa seperti yang tersebut dalam keterangan di atas, kiranya cukup
jelas bagi kaum muslim, bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan, karena
didalamnya ada unsur-unsur yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Sekarang
bagaimana hukum ruwatan yang dilaksanakan dengan mambaca surat Yasin, Sholawat
Nabi, Kalimah Thoyyibah, bacaan do'a dan selamatan ala kadarnya? Jawaban
masalah tersebut, bisa diuraikan sebagai berikut:
a.
Membaca surat Yasin dan sholawat
Nabi dengan maksud agar tercapai apa yang dituju, terlepas dari kesulitan dan
terhindar dari bermacam-macam kejahatan, hal itu termasuk amalan yang
dibenarkan dalam agama kita.
b.
Beristighatsah dengan niat
bertaqarrub dan berdo'a/ memohon kepada Allah mengenai segala urusan, baik
urusan yang kecil atau yang besar, adalah termasuk hal yang diperintahkan oleh
Allah dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
c.
Mengadakan selamatan/menghidangkan
hidangan kepada para peserta upacara ruwatan dengan niat shadaqah. Hal ini juga
rnengandung banyak fadlilah/keutamaan, antara lain : menyebabkan
orang yang bersedekah akan terhindar dari beraneka ragam balak, mushibah dan
mara bahaya.
Dalam Tradisi Ruwatan ini mengandung
unsur Religi, karena dalam tradisi
ini lebih pada bertujuan untuk mendoakan agar si anak yang diruwat hidupnya kelak
sejahtera dan jauh dari marabahaya. Selain unsur religi, terdapat unsur
kebudayaan yang lain yaitu unsur Sosial,
unsur Seni, dan unsur Pengetahuan. Unsur Sosial termasuk dalam tradisi ini karena
dalam tradisi ini peran masyarakat sekitar juga berperan penting. Dari
merekalah doa-doa untuk si anak. Semakin banyak yang hadir maka semakin banyak
yang mendoakan itu akan jauh lebih baik. Dan kebersamaan itu semakin mempererat
tali silaturahim dan kekeluargaan. Unsur seni ada dalam tradisi ini karena
dalam ruwatan ada pagelaran wayang dimana wayang sendiri menjadi hiburan dan
mengandung makna cerita yang bersangkutan dengan si anak. Unsur Pengetahuan
juga termasuk, karena di setiap daerah memiliki tradisi ruwat yang berbeda.
Material yang dibutuhkan dalam
tradisi ruwat ini berbentuk seperti wayang dan seperangkat gamelannya, sesaji,
serta perlengkapan selamatan seperti ada nasi tumpeng dan lainnya. Fungsinya
nanti untuk makan bersama setelah selesai memanjatkan doa-doa. Dan makna sesaji
untuk mengucapkan rasa syukur pada Yang Maha Kuasa.
TRADISI
MITONI
Kegiatan yang berbau artikel budaya jawa dengan adat
yaitu sebuah ritual pasti tidak akan bisa dipisahkan dalam kehidupan kita. Adat
istiadat khusunya di kita itu sangat dipegang teguh prinsipnya hingga sekarang
ini. Apalagi bagi Anda yang merupakan suku jawa pasti sangat erat dengan
berbagai acara adat istiadat.
Berbagai macam ritual ada dalam tradisi dalam artikel
budaya jawa ini. Contohnya saja ada yang namanya mitoni. Rangkaian
upacara mitoni ini dimaksudkan sebagai perkembangan dalam kehidupan kita.Pasti
kalau Anda termasuk dalam suku jawa dari mulai Anda masih didalam perut ibu
Anda sudah mengalami berbagai macam ritual jawa. Contohnya saja selamatan 7 bulanan.
Tapi hikmah yang kita ambil dari kegiatan ritual adat ini sangatlah bagus yaitu
agar ibu maupun jabang bayi yang nantinya kan lahir tesebut selalu diselimuti
dengan keselamatan.
Upacara atau prosesi adat yang berlangsung dalam kebudayaan
di dalam artikel budaya jawa juga bukan sebatas pelestarian budaya saja. Akan
tetapi juga mengandung makna yang sangat baik bagi kehidupan kita ini.
Adat istiadat dalam artikel budaya jawa itu berkembangnya
mulai dari bagian tengahnya juga dengan bagian dari timur jawa. Dengan begitu
perlu kerukunan dan keberssaman yang tinggi dari mereka agar kelestarian budaya
dapat selalu terjaga sampai generasi anak ccu mereka pada masa yang akan
datang.
Pandangan hidup orang jawa
Sudut pandang pemikiran orng jawa atas kelangdsungan
hidupnya berdasarkan kenyataan yang ada. Perjalanan hidup yang mereka telah
laui merea jadikan pengalaman agar hidup mereka menjadi lebih baik lagi
daripada yang sebelumnya
Dalam beradaptasi dilingkungan kebanyakanorang berpendapat
bahwa orang jawa itu memiliki sifat yang ramah tamah. Sehingga banyak orang
yang segan dengan mereka.
Di dalam artikel budaya jawa juga memuat
berbagai macam ritual yang ada di jawa
Ini adalah langkah awal ritual dimana saat bayi masih ada di
dalam kandungan ibunya:
1. Satu bulan,
pada saat umur hamilnya masih atau baru satu bulan biasnya diadakan acara
mebagi-bagikan makanan yang bernama jenang putihdisertai pembacaan doa
2. Dua bulan,pada
usia kehamilan yang memasuki 2 bulan biasanya membagi-bagikan
- jenang sumsum. Jenang berwarna putih yang dimakan bersama air gula,
- jenang boro-boro. Kalau jenang ini jenang bekatul yang dimakan bersama gula pasir ditambah dengan kelapa parut),
- jenang abang putih, dan sekul janganan. Maksudnya ialah nasi putih yang ditambahkan dengan urap, sayur-sayuran diolah dengan cara direbus ditambah dengna telur tak lupa juga dilengkapi dengan sambal
- lalu disertai jajanan pasar, seperti umbi-umbiandan berbagai macam jenis kerupuk
3. Tiga bulan
Pada masa 3 bulan biasanya diberi makanan sekul punar
ponthang
Makanan Sekul punar ponthang mungkin asing ditelinga Anda
padahal isinya itu nasi kuning dilengkapi lauk pauk seperti daging, tempe tahu,
telor. Penyajian makanan tersebut ditakir dan dihias denagn janur.
4. Empat bulan,
Pada selamatan usia 4 bulan biasanya makanan yang disajikan
itu adalah kupat gudeg dan tumpeng janganan.
5. Lima bulan,
Pada usia 5 bulan biasanya menyajikan tumpeng yang dibagikan
ke-para tetangga dalam rangka meminta doa akan lahirnya jabang bayi tersebut.
6. Enam bulan,
Pada usia kandungan 6 bulan biasanya acara selamatan
disajikan makanan berupa tumpeng janganan, tak hanya itu juga adad apem
conthong yaitu apem atau surabi yang unuiknya makanan ini dibungkus daun pisang
yang dibentuk kerucut.
7. Tujuh bulan,
Pada usia kandungan sudah mencapai 7 bulan diadakan acara
selamatan. Acara ini disajikan tujuh buah tumpung jagagnan sebagai lambing 7
bulan usia kandungan. Saat selametan tujuh bulanan ini juga agdalagi acara
ritual yang dikenal dengan upacara tingkeban, harus diselenggarakan pada tanggal
yang ganjil, jangan lewat dari tanggal berikut 15 (3, 5, 7, 9, 11,13,15),
dilaksanakan pada pukul 11 siang yang harinya bisa hari rabu ataupun hari
sabtu.
Proses memandikan juga ada. Sang calon ibu dimandikan dengan
air yang telah diambil dari tujuh sumber yang berbeda dan juga ditambahkan
bunga agar wangi. Bunga yang dipakai biasanya bunga melati dan juga bunga mawar
. Syarat yang memandikannya ialah para wanita usia lanjut yang pastinya sudah
mengerti akan perjalanan hidup. Manfaatnya agar dapat petuah dari mereka yang
sudah berpengalaman.
Ritual selanjutnya itu ialah upacara brojolan yang dipimpin
oleh sesepuh wanita. Upacara brojolan ini prosesinya adalah melakukan
berturut-turut meluncurkan cengkir gading di depan perut calon ibu. Lalu
setelah itu cengkir gading tersebut digambari dengan wajah Dewi Sri dan Sadana
atau Arjuna dan Sumbadra. Lalu langkah selanjutnya , ambil kain untuk menutupi
cengkir ganding tersebuit lalu berikan kepada mertua.
Proses memandikan siudah selesai, kini saatnya calon ibu itu
merias penampilannya. Namun dilarang menggunakan aksesoris anting. Prosesi
mandi telah selesai dilanjut dengan acara numpeng. Nah pada prosesi ini orang
tua yaitu bapak dan calon ibu melakukan potong tumpeng, ujung tumpeng itu
diberikan suami kepada sang istri. Lalu sang istri memberikan lele goring dan
burung kepodang goring kepada sang suami .
8. Delapan bulan,
Pada usia kandungan mencapai delapan bulan acara ritual
selamatan terdapat bulus angrem. Bulus angrem ini sebagai makan penyu yang
sedang mengerami telurnya.
9. Sembilan bulan,
Pada usia kandungan sembilan bulan disajikan makanan yaitu
jenang procot. Makanan jenang yang dimakan dengan tepung beras lalu ditambah
santan dan gula merah, tak lupa dilengakapi dengan pisang raja utuh.
Upacara
Tradisi ritual upacara yang ada di dalam artikel
budaya jawa diantaranya:
1. Upacara mitoi atau tingkeban. Ritual yang dilakukan saat
usia kandungan tujuh bulan.
2. Upacara kelahiran. Dalam ritual upacara ini prosesinya
dilakukan setelah bayi lahir 7 hari. Prosesnya biasnya mencukur rambut bayi
lalu memberikan nama kepada bayi ang baru lahir tersebut.
3. Upacara sunatan.Kalau ritual upacara ini hanya khusus
bagianak laki-laki yang dikhitan.
4. Upacara perkawinan. Ritual ini dimana 2 orang menyatukan
cintanya agar abadi dan dianugerahi anak.
5. Upacara kematian. Ritual ini dilakukan saat ada
anggotakeluarga yang menghembuskan nafas terakhir. Prosesinya mulai dari
memandikan mayat , mengkafani mayat, mensholatkan mayat, sampai dengan acara
puncak yaitu menguburkan mayat.
Artikel budaya jawa juga
memberikan informasi Ritual Lainnya :
- Tedhak sinten
Upacara ini prosesinya yaitu dimana bayi pertama kali
menginjakan kakinya kae tanah.
Langkah awal prosesinya, orang tua harus membantu
denganmenuntun sang anak untuk berjalan diatas cobekan yang didalamnya berisi
sesaji makanan sejenis dodol dibuat dari bahan beras ketan berwarna putih dan
merah serta beras kuning. Sesudah itu barulah sang anak turun ke tanah dibibing
oleh orangtuanya. Lalu ibu dan sang anak masuk kedalam kurungan anak, didalam
kurungan tersebut tersedia berbagai mainan yang bisa dipilih oleh sang anak.
- Ada lagi ritual dari artikel budaya jawa Yogyakarta yang waktu penyelenggraannya di bulan sapar sesuai kalender hijriah yaitu upacara adat saparan bekakak. Upacara Saparan bekakak ini diselenggarakannya pada hari jumat tepatnya setelah pulang jumatan
- Lalu ada lagi ritual artikel budaya jawa yang bernama tahlilan.Tahlilan yang sering ada di lingkungan masyarakat yang beragama islam memang sudah banyak ditemukan apalagi saat mendoakan yang telah meninggal.
Kata tahlil itu sendiri berasal dari kata hallala,
yuhallilu, tahlilan, makananya yaitu membaca kalimah la ilaha illallah. Dalam
masyarakat dalam artikel budaya jawa kalimat tahlil tersebut selalu diucapkan pada
berbagai kesempatan acara apa pun. Baik sat dirumah, di mesjid, di mushola,
maupun saat di lapangan.
Semoga artikel budaya jawa ini menambah
wawasan bagi Anda dan pengetahuan Anda dalam mengenal lebih kebudayaan bangsa
Indonesia.
Dalam tradisi
mitoni mengandung unsur bahasa. Unsur
bahasa dalam tradisi mitoni ini masyarakat lebih menggunakan bahasa
Materi yang
digunakan dalam tradisi mitoni ini salah satu contoh berbentuk seperti kelapa
yang digambar wayang lakon arjuna dan sembadra. Menurut kepercayaan memiliki
makna agar si jabang bayi kelak lahir entah laki-laki atau perempuan paras dan
sifatnya seperti arjuna atau sembadra. Fungsinya kelapa itu nanti untuk di buka
dan dapat diminum airnya.
TRADISI
WIWITAN (sebelum panen padi)
Wiwitan adalah
ritual persembahan tradisional Jawa sebagai wujud terima kasih dan rasa syukur
kepada bumi sebagai sedulur sikep dan Dewi Sri (dewi padi) yang telah
menumbuhkan padi yang ditanam sebelum panen. Disebut sebagai ‘wiwitan’ karena
arti ‘wiwit’ adalah ‘mulai’, jadi memulai memotong padi sebelum panen
diselenggarakan.
Yang disebut bumi adalah sedulur sikep bagi orang
Jawa karena bumi dianggap sebagai saudara manusia yang harus dihormati dan
dijaga kelestariannya untuk kehidupan. Dalam tradisi Jawa, konsep meminta
kepada sedulur sikep tidak ada atau tidak sopan, kepada sedulur sikep
kita harus memberi sekaligus menerima, bukan meminta. Jika hormat kita
berkurang kepada bumi, atau kita tidak menjaga kelestarian alam, maka bumi akan
memberi balasan dengan situasi yang buruk yang disebut pagebluk, ditandai
dengan hasil panen yang buruk, kekeringan, cuaca tak menentu, dll.
Kami menyiapkan hidangan yang tidak akan dijumpai
sehari-hari; sego tumpeng, sambel gepeng, gereh pethek, tontho, kacang
gleyor santen, pitik ingkung. Juga kembang setaman, banyu kendhi dadap
sirep, janur dikepang, dan kemenyan.
Semuanya sesungguhnya mempunyai makna. Seperti nasi ‘tumpeng’
yang artinya tumekaning penggayuh, atau keinginan yang diraih. Saya
tidak mampu menerangkan satu per satu dalam tulisan ini.
Kemudian kami membawa sesaji dan hidangan itu ke tengah
sawah untuk mengadakan kenduri, artinya adalah kekendelan kang
diudari, atau keberanian yang disampaikan. Setelah semua ubo rampe
(kelengkapan) ditata sedemikian rupa ditengah-tengah sawah, kami membaca mantra
sebagai berikut.
Amit pasang paliman tabik,
Ilo-ilo dino linepatno saking siku Gusti kang hakaryo
bhawono
Danyang Sri Semara Bumi kang mbaureksi sabin … (nama sawah
atau desa)
Mbok Dewi Sri pepitu, Kang lumpuh gendongen, kang wuto
tuntunen, kulo aturi nglempak saklebeting sabin, ingak sampun kulo ancer-anceri
sak pucuking blarak.
Sak sampunipun nglempak, kulo caosi daharan ngabekti; sekul
petak gandha arum, gereh pethek sambel gepeng, untub-untub lan sak
panunggalanipun. Gandeng anggen kulo titip wiji gugut sewu, wonten ing tegal
kabenteran sampun wancinipun sepuh, badhe kulo boyong wonten soko domas bale
kencono.
Kaki markukuhan, Nyai markukuhan, kukuhana kang dadi
rejekiku. Nyai pakeh lan kaki Pakeh, akehono kang dadi rejekiku, yen ana
kekurangane, tukuo neng pasar dieng, lan seksenono ing dino … (nama hari)
minggu legi punika.
Setelah membaca mantra, saya menyiram air kendhi yang
dimasuki daun dari pohon dadap sirep sebagi simbol untuk menenangkan hati dan
pikiran setelah sekian lama berjuang menumbuhkan padi. Rep kedhep dadap
sirep. Juga menyebar beberapa makanan ke tengah sawah. Kemudian membungkus
empat bungkusan hidangan yang akan ditaruh di empat sudut sawah, itu adalah simbol
kiblat papat siji pancer; kakang kawah, adi ari-ari, getih, lan puser, kang
nyawiji dadi siji.
Dalam tradisi wiwitan ini
mengandung unsur ekonomi, karena bertujuan agar nanti membawa keberkahan saat
panen tiba para petani penuh semangat memanen padi dan hasil panen melimpah
sehingga ekonomi masyarakat akan membaik.
Materi yang diperlukan atau
digunakan dalam tradisi ini seperti berbentuk
nasi ‘tumpeng’ yang artinya bermakna tumekaning penggayuh, atau
keinginan yang diraih. Fungsinya nanti bisa untuk di makan bersama setelah
prosesi wiwitan.
WAYANG GOLEK
Wayang Golek adalah suatu seni tradisional sunda
pertunjukan wayang
yang terbuat dari boneka kayu, yang terutama sangat populer di wilayah Tanah Pasundan,
Daerah penyebarannya terbentang luas dari Cirebon di sebelah timur sampai
wilayah Banten di sebelah barat, bahkan di daerah Jawa Tengah yang berbatasan
dengan Jawa Barat sering pula dipertunjukkan pergelaran Wayang Golek.
Wayang adalah
bentuk teater rakyat yang sangat populer, terutama di pulau Jawa dan Bali. Orang sering menghubungkan kata “wayang” dengan “bayang”,
karena dilihat dari pertunjukan wayang kulit yang memakai layar, dimana muncul bayangan-bayangan. Di Jawa Barat, selain dikenal wayang kulit, yang paling populer adalah Wayang
golek . Istilah golek dapat merujuk kepada dua makna, sebagai kata
kerja kata golek bermakna 'mencari', sebagai kata benda golek
bermakna boneka kayu.[1] Berkenaan dengan wayang golek,
ada dua macam diantaranya wayang golek papak (cepak) dan wayang golek purwa
yang ada di daerah Sunda. Kecuali wayang orang yang merupakan bentuk seni tari-drama yang ditarikan
manusia, kebanyakan bentuk kesenian wayang dimainkan oleh seorang dalang
sebagai pemimpin pertunjukan yang sekaligus menyanyikan suluk, menyuarakan
antawacana, mengatur gamelan mengatur lagu dan lain-lain.
Sebagaimana alur cerita pewayangan umumnya, dalam
pertunjukan wayang golek juga biasanya memiliki lakon-lakon baik galur maupun
carangan. Alur cerita dapat diambil dari cerita rakyat seperti penyebaran agama
Islam oleh Walangsungsang dan Rara Santang maupun dari epik yang bersumber dari
cerita Ramayana
dan Mahabarata dengan menggunakan bahasa Sunda dengan iringan gamelan Sunda
(salendro), yang terdiri atas dua buah saron, sebuah peking, sebuah selentem, satu
perangkat boning, satu
perangkat boning rincik,
satu perangkat kenong, sepasang gong (kempul dan goong), ditambah dengan seperangkat kendang
(sebuah kendang Indung dan tiga buah kulanter), gambang
dan rebab.
Dalam pertunjukan wayang golek, lakon yang biasa
dipertunjukan adalah lakon carangan. Hanya kadang-kadang saja dipertunjukan
lakon galur. Hal ini seakan menjadi ukuran kepandaian para dalang menciptakan
lakon carangan yang bagus dan menarik. Beberapa dalang wayang golek yang
terkenal diantaranya Tarkim, R.U. Partasuanda, Abeng Sunarya, Entah Tirayana,
Apek, Asep Sunandar
Sunarya, Cecep Supriadi, ki dalang IIN wahyu iskandar dll.
Kini selain sebagai bentuk teater seni pertunjukan wayang,
kerajinan wayang golek juga kerap dijadikan sebagai cindera mata oleh para
wisatawan. Tokoh wayang golek yang lazim dijadikan cindera mata benda kerajinan
adalah tokoh pasangan Rama dan Shinta, tokoh wayang terkenal seperti Arjuna, Srikandi,
dan Krishna,
serta tokoh Punakawan seperti Semar dan Cepot. Kerajinan wayang golek ini dijadikan sebagai dekorasi,
hiasan atau benda pajangan interior ruangan. Adapun di zaman modern ini Wayang golek purna
kreasi sudah mulai di kembangkan oleh para pengrajin wayang muda,yang tetap
tidak menghilangkan pakem dari Wayang golek purwa, di ataranya ada pengarajin
Cahya Medal ,Wayang Golek Evolution,Caraka Wayang Indonesia (CWI) dan
lain-lain.
Wayang Golek biasanya terbuat dari bahan Kayu Lame
atau Albasiah. Wayang dibuat dengan cara meraut dan mengukirnya secara teliti
dan mendetail, hingga menyerupai bentuk yang diinginkan. Pewarnaannya
menggunakan cat duko, sehingga menjadikan wayang tampak lebih cerah. Pewarnaan
adalah bagian penting dalam pembuatan Wayang Golek karena dari proses inilah
berbagai karakter tokoh dihasilkan. Warna dasar yang biasa digunakan dalam
wayang ada empat yaitu: merah, putih, prada, dan hitam. Warna pada wayang juga
dapat menyimbolkan kepribadian tokoh pewayangan.Wayang Golek sebagai suatu
kesenian tidak hanya mengandung nilai estetika semata, tetapi meliputi
keseluruhan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat pendukungnya.
Dalam wayang golek sendiri terdapat unsur budaya yaitu unsur
teknologi. Unsur teknologi termasuk dalam kesenian wayang golek dikarenakan
dilihat dari teknik pembuatan wayangnya. Yang membutuhkan proses yang panjang
dan juga peralatan tertentu agar hasil wayang golek bagus. Unsur teknologinya
berupa alat dan bahan untuk membuat boneka wayang goleknya, seperti peralatan
pahat dan juga pewarna wayangnya yang semakin canggih dan macam-macam jenisnya.
Materi yang diperlukan dalam pagelaran wayang golek sendiri
tentu berentuk boneka wayangnya. Makna dari boneka wayang itu adalah sebagai
tokoh cerita agar semakin menghidupkan cerita ketika dalang mulai bercerita
atau mengisahkan sebuah kisah. Fungsi dari boneka wayang golek ini untuk
memperjelas penokohan dalam sebuah kisah, sehingga cerita yang akan dibawakan
dalang lebih jelas dan mudah dipahami serta mampu untuk di bedakan oleh para
penontonnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar