
TUGAS PENELITIAN
MAKNA
BATIK GUMELEM
DENGAN MOTIF BABON ANGREM
Arista Kusumaningrum
(2601413114)
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt., yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan makalah
penelitian yang berjudul “Makna Batik Gumelem dengan Motif Babon Angrem”. makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah .
Saya menyadari bahwa selama penulisan makalah ini,
penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu kami
menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang telah memotivasi penulis
untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini. Selain itu sayapun menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan,
baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Semarang,
20 Oktober 2015
Penulis
ABSTRAK
Kata kunci : Mendeskripsikan Makna Simbolik Motif Babon Angrem dan Warna Batik Gumelem Banjarnegara.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek
penelitian ini adalah batik masyarakat Banjarnegara. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Alat penelitian
yang digunakan berupa instrumen pertanyaan, tape recorder dan kamera.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: makna simbolik yang terkandung di dalam motif batik Gumelem
Banjarnegara dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: (1) Dari segi motif batik
Gumelem Banjarnegara terinspirasi dari alam sekelilingnya, imajinasi atau
kepercayaan dari senimannya yang biasanya anonim sesuai dengan sifat bangsa
Indonesia khususnya Jawa yang selalu tidak mau/tidak boleh menonjolkan
diri/karyanya, dan bersikap andap asor. Oleh karena itu, sulit bagi kita
untuk menerapkan siapakah sebetulnya pencipta dari motif-motif batik tradisonal
tersebut. Motif atau ragam hias pada batik tradisional sangat beraneka ragam.
Secara historis, lahirnya motif-motif itu mengandung makna filosofis, maksud
dan tujuan tertentu. Motif batik itu merupakan salah satu manifestasi dari
kepercayaan Raja atau masyarakat pada waktu itu, atau diciptakan untuk sesuatu
harapan yang baik biasanya tercantum pada nama-nama dari motif batik tersebut.
Misalnya motif Semen berasal dari kata semi yang berarti tumbuh. Polanya
berbentuk kuncup atau tanaman. Pola ini mengandung pengharapan agar barang
siapa yang menggunakan akan mendapat rejeki penghidupannya terus tumbuh
bersemi. (2) Dari segi warna batik Gumelem Banjarnegara lebih sering
menggunakan warna hitam, putih, coklat, biru tua, merah, hijau, dan biru muda.
Hitam melambangkan keabadian, putih melambangkan kesucian, coklat melambangkan
kehidupan, merah melambangkan keberanian, hijau melambangkan kesuburan, dan
biru melambangkan kedamaian.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Batik merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Jawa sehingga batik menjadi cukup
kuat keberadaannya ditengah masyarakat. Karena batik telah diangkat sebagai
warisan budaya bangsa yang mempunyai ciri khas dan menunjukan identitas bangsa,
dikenakan oleh pejabat maupun masyarakat luas dalam berbagai acara resmi, bila
ditelaah secara mendalam batik tak sekedar pakaian saja, batik juga merupakan
salah satu karya seni rupa yang memang asli dari bangsa Indonesia.
Batik merupakan
kekayaan budaya bangsa Indonesia, yang saat ini telah berkembang, baik lokasi
penyebaran, teknologi dan desainnya. Semula batik hanya dikenal didaerah kraton
di Jawa. Pada masa itu batik hanya dibuat dengan sistem tulis sedangkan pewarna
yang digunakan berasal dari alam baik tumbuh tumbuhan maupun binatang (
Riyanto, dkk. 1997: 1 ). Batik di Jawa berkembang sampai daerah-daerah lain
seperti Banyumas, Tulungagung, Wonogiri, Tasikmalaya dan Garut. Batik juga
berkembang di pesisir utara seperti Jakarta, Indramayu, Cirebon, Pekalongan,
Lasem, Tuban, Gresik, Sidoarjo, dan Madura.
Teknologi yang
digunakan semakin berkembang, hal ini dapat dilihat dari peralatan membatik
yang sudah canggih, sebagai contoh canting yang menggunakan aliran listrik. Desain
yang semakin beragam dari motif dan warna yang digunakan juga beragam untuk
batik daerah pesisir.
Di Indonesia
batik dibuat di berbagai daerah, terutama di Pulau Jawa. Jawa Tengah merupakan
salah satu pusat kegiatan pembatikan. Dibandingkan dengan perbatikan dari
daerah lain, batik dari daerah Jawa Tengah lebih halus pembatikannya. Setiap
daerah pembatikan mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing, baik dalam
ragam hias maupun tata warnanya. Namun demikian, dapat dilihat adanya persamaan
maupun perbedaan antar batik berbagai daerah tersebut. Bangsa Indonesia sebagai
suatu bangsa yang bersatu, walaupun terdiri dari berbagai suku bangsa dengan
adat yang berbeda, ternyata memiliki selera dan pola citra yang hampir sama.
Tentu saja kalau ada perbedaan dalam gaya dan selera, itu disebabkan oleh letak
geografis daerah pembuat batik yang bersangkutan, sifat dan tata penghidupan
daerah yang bersangkutan, kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang
bersangkutan, keadaan alam sekitarnya dan adanya kontak atau hubungan dengan
daerah pembatikan lain (Djoemena,1986:1).
Pertumbuhan
batik yang berlainan, menjadikan corak dan warna yang beragam sesuai dengan
asalnya, misalnya daerah pesisir seperti Cirebon, Pekalongan, Lasem akan
berbeda dengan daerah Solo atau Yogyakarta. Pada umumnya batik daerah pesisir
memiliki ciri warna yang beraneka ragam seperti merah, biru, hijau dan lainnya.
Sedangkan untuk daerah Solo atau Yogyakarta menggunakan warna sogan, biru,
hitam, kream dan putih.
Banyak hal yang
dapat diungkapkan dalam seni batik seperti latarbelakang kebudayaan,
kepercayaan adat istiadat, sifat, tata kehidupan, alam lingkungan, cita rasa,
tingkat keterampilan dan lain sebagainya. Beberapa daerah di Jawa Tengah yang
sampai saat ini dikenal dengan sebutan “kota batik”, antara lain, Solo dan
Pekalongan. Kedua daerah tersebut dikenal sebagai kota batik, karena
menghasilkan batik dalam jumlah besar dan jenis yang beragam. Di Jawa Tengah
sesungguhnya tidak hanya kedua kota itu saja yang dikenal sebagai penghasil
batik, namun ada daerah lain yang juga menghasilkan batik yaitu Wonogiri, Tegal
dan Lasem. Motif dan warna batik dari masing-masing daerah memperlihatkan ciri
yang khas. Batik yang dihasilkan dari daerah di sepanjang pantai utara Jawa
dikenal dengan batik pesisiran, sedangkan batik dari daerah pedalaman (batik
yang berkembang di sekitar kraton) .Secara umum masyarakat luas lebih mengenal
batik dari daerah Pekalongan, Yogyakarta, Lasem dan Solo. Banjarnegara belum
pernah mendeklarasikan diri secara resmi tentang kekayaan budayanya dalam
bidang batik. Padahal, Banjarnegara memiliki budaya batik yang telah menempuh
lintasan sejarah yang panjang, sehingga telah mengalami kristalisasi
nilai-nilai serta ciri-ciri yang khas dan unik. Segelintir orang yang sudah terbilang
mengerti dalam mencermati kekhasan motif batik di daerah-daerah bahkan bisa
dengan cepat menyebutkan jenisnya dan sebagian besar mereka bisa mengenali mana
batik Pati, Tegal, Kebumen, atau Purwerejo, yang bisa dikatakan daerah-daerah
tersebut tidak terlalu dikenal kerajinan batiknya. Tetapi apabila kita
menanyakan adakah batik Banjarnegara, sebagian besar mengatakan dan sangat
mungkin yang kita dapatkan jawabannya hanya gelengan kepala, sungguh ironis
memang.
Persoalan
mengenai apakah Banjarnegara punya sesuatu yang layak dikedepankan dalam hal
kreasi tekstil ini menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Kalau kita menengok
wacana belakangan mengenai revitalisasi batik di setiap daerah dengan keyakinan
setiap daerah punya batik khas, maka Banjarnegara patut dipertimbangkan.
Sebagian besar masyarakat masih belum percaya bahwa Banjarnegara punya batik
yang menjadi ciri khasnya.
Keraguan
masyarakat tersebut bisa disangkal, karena batik Banjarnegara itu memang sudah
ada sejak dulu. Hal ini dapat dibuktikan pada masa lalu, Banjarnegara pernah
punya aktivitas perbatikan. Nama Kampung Batik di sekitar di daerah Susukan,
Dan dapat pula dibuktikan bahwa dalam beberapa literatur, muncul beberapa batik
yang tegas-tegas disebut Batik Gumelem, khususnya dalam ulasan mengenai batik
pedalaman. Begitu pula muncul beberapa nama yang disebut sebagai pengusaha
batik Banjarnegara.
Terkait dengan
perkembangan batik melalui kebutuhan substensi masyarakat saat itu maka dalam
peneliti ini mengkaji memilih perkembangan batik di Gumelem. Menurut Lina
Rachman (2010:20) dikemukakan bahwa, sejalan dengan perkembangan batik di
Sokaraja Banyumas, maka dalam sejarahnya disebelah timur kota Banyumas,
terdapat kerabat Keraton Mataram yang bernama Ki Ageng Gumelem yang bertempat
tinggal sekarang bernama Gumelem. Gumelem dulu hanya satu kepemimpinan yang
dipilih oleh para Demang, dalam perkembangannya Gumelem sekarang terdiri dari
dua wilayah pemerintahan desa yaitu Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon. Sebagai
tempat menetap kerabat keraton, maka wilayah ini juga menjadi pusat kegiatan
pembatikan di wilayah Banjarnegara. Batik klasik Gumelem dipengaruhi oleh gaya
Mataram Yogyakarta dan Solo, corak dan motif hampir sama dengan corak yang
dibawa oleh abdi dan kerabat keraton Mataram. Sebagai contoh motif klasik
yaitu: Udan Liris, Buntalan, Parang Angkrik. Batik Gumelem juga tidak
meninggalkan corak batik klasik keraton seperti Sidomukti dan Sidoluhur. Karena
jika ditelusuri dalam sejarah, sama halnya dengan batik-batik Banyumas lainnya,
batik mulai dikenal di Gumelem sejak perang Diponegoro saat pangeran Puger
mengungsi ke Banyumas. Keraton yang pada masa itu merupakan pusat segala
kegiatan kerajaan, diikuti oleh para punggawa dan budayawan termasuk di
dalamnya para seniman batik. Di tempat yang baru tersebut, batik dikembangkan
dengan gaya dan selera masyarakat setempat. Selain itu ada juga motif
kontemporer, mengakomodir kekhasan Banjarnegara, menggunakan pewarnaan yang
lebih berani seperti hijau, biru, merah dan warna-warna lain sesuai keinginan, dikerjakan
oleh pembatik-pembatik muda, corak relatif jarang-jarang dan besar-besar, satu
muka atau dituangkan hanya satu sisi kain, dan dapat disesuaikan dengan order
baik waktu pengerjaan, warna maupun harga. Contoh corak kontemporer : Candi
Arjuna, Sekar Kanthil, Semen Klawer, Pakis Tanjung, Cendol Salak, Jahean,
Ceplok Gunungan, Sekar tirto, Parang Salak dan Gilar-gilar. Dengan
berkembangnya batik Gumelem Banjarnegara berbagai motif telah diciptakan dan
mempunyai ciri khas yaitu mempunyai motif asli yang bergaya Mataram dan sangat
halus, motif batik didominasi oleh motif kontemporer yang kaya akan warna dan
geometrik, motif batik dengan latar belakang warna gelap atau hitam. Motif
batik diciptakan dengan tetap mempunyai makna filosofi budaya masyarakatnya.
2.1 Pembatasan
Masalah
Permasalahan
yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan motif babon angrem dan warna batik
Gumelem, Banjarnegara.
3.1 Perumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang dan perumusan masalah di atas , maka penelitian ini akan
mengkaji permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
makna simbolik motif babon angrem
?
2. Bagaimana
makna warna batik Gumelem ?
4.1 Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
masalah di atas , maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan
makna simbolik motif babon angrem.
2. Mendeskripsikan
makna warna batik Gumelem.
5.1 Manfaat
Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara
praktis.
a. Manfaat
teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat bagi perkembangan teori linguistik khususnya teori etnolinguistik.
b. Manfaat
praktis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi :
1.
Generasi muda, sebagai
pengetahuan akan batik atau kebudayaan Jawa disuatu daerah.
2.
Pendidik, sebagai
tambahan dalam materi pelajaran kebudayaan masyarakat Jawa , khususnya
Kabupaten Banjarnegara.
3.
Peneliti, sebagai bahan
acuan untuk penelitian lebih lanjut.
4.
Pembaca, semoga dapat
memberi informasi mengenai kebudayaan Jawa.
BAB
II
PEMBAHASAN
HASIL
OBSERVASI
A. Lokasi
Lokasi tempat penulis
malakukan observasi yaitu di Desa Gumelem Wetan,
Kecamatan Susukan,Kabupaten Banjarnegara .Observasi tersebut di lakukan
pada hari Sabtu, 17 Oktober
2015 pada pukul 08.00 s/d selesai. Sumber data dalam
penelitian ini adalah Bu Siti pembuat batik industri
rumahan dan masyarakat Desa Gumelem Wetan.
Jenis penelitian
ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui hasil wawancara, catatan harian, rekaman/video dan foto-foto.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi nonpartisipan,
wawancara terbuka, dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini menggunakan human
instrumen dan dibantu dengan alat bantu lainnya. Teknik keabsahan data ini menggunakan
trianggulasi sumber dan metode. Teknik analisis data, peneliti menggunakan
model etnografi.
B. Prosedur
Jenis penelitian
ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini
diperoleh melalui hasil wawancara, catatan harian, rekaman/video dan foto-foto.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi nonpartisipan,
wawancara terbuka, dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini menggunakan human
instrumen dan dibantu dengan alat bantu lainnya. Teknik keabsahan data ini menggunakan
trianggulasi sumber dan metode. Teknik analisis data, peneliti menggunakan
model etnografi.
Teknik interview ( wawancara) : teknik ini di
lakukan untuk mendapatkan data primer maka menggunakan teknik
wawancara.Wawancara yang pelaksanaanya di lakukan secara bebas dan
menggunakan pertanyaan –pertanyaan terbuka yang di lakukan sacara porpusive
dengan nara sumber atau responden.
6.1 Makna
simbolik motif Babon Angrem
Motif Babon Angrem

Motif Babon Angrem Dokumentasi

Terdapat
gambar ayam/babon/induk ayam,
yang ekornya mekar karena mengerami telurnya
Batik Babon Angrem ini
termasuk “semenan” dari kata “semi”
yang berarti tumbuh, maksud dari nama “babon-angrem”
adalah ayam betina yang sedang mengerami telur. Batik ini digunakan pada saat
upacara tujuh bulanan pada ibu hamil, yang melambangkan kasih sayang dan
kesabaran seorang ibu agar sifat tersebut dapat menurun atau ditiru oleh
anaknya kelak. Motif tersebut melambangkan bahwa seorang wanita yang
sedang mengandung hendaknya memiliki rasa kasih sayang dan kesabaran, agar
sifat tersebut dapat diwarisi oleh si anak kelak jika telah lahir.
Sedangkan makna kultural dari batik ini adalah permohonan keturunan sebagai
penyambung sejarah.
Karena seekor ayam jika sedang mengerami telurnya
membutuhkan hari yang cukup lama agar telurnya dapat menetas dengan
sempurna. Batik babon angrem tergolong ke dalam motif batik geometris,
yaitu batik yang berbentuk flora atau fauna. Isen yang terdapat pada
batik babon angrem adalah ukel yang diselingi dengan gambar dua unggas yang
sedang berhadap-hadapan. Batik ini termasuk semen-latar hitam yang
dipakai untuk orang dewasa dari semua golongan dan status. Motif batik ini
tergolong besar-besar sehingga tidak baik
atau kurang pantas dipakai oleh anak-anak. Batik
babon angrem ini tergolong batik tengahan artinya berkembang pada pertengahan
abad XVIII.
Dalam
mendesain suatu prodak pengrajin selalu melihat alam sekitar tempat mereka.
Jadi apa yang mereka lihat indah itu yang mereka gambar atau mereka buat. Jika
kita buat kombinasi cecek-cecek dengan warna dasarnya menurut warna-warna yang
bisa dipakai dalam pembatikan yaitu warna-warna biru tua, coklat dan putih.
Bahan – bahan Batik :
- Mori ( Jenis Prisma, Prima, Blaco, Sutera dll )
- Lilin Batik
- Zat pewarna ( Jenis Naptol, Garam Diazo, Rapid, Indigosol, Remasol, Prosion, Indrantren, Soga Koppel, Zat warna alam, dll )
- Obat pembantu ( TRO, Soda Abu, Soda Kostik, Natrium nitrit, Asam Clorida, Garam Dapur, Tawas, Waterglass, dll )
Alat- alat yang diperlukan dalam proses pembuatan batik tulis
1.
Canting
Canting adalah alat untuk membatik yang digunakan untuk membuat pola dari motif batik tulis. Biasanya terbuat dari bahan tembaga yang ujungnya menyerupai paruh burung.
Canting adalah alat untuk membatik yang digunakan untuk membuat pola dari motif batik tulis. Biasanya terbuat dari bahan tembaga yang ujungnya menyerupai paruh burung.
2.
Gawangan
Gawangan adalah tempat untuk meletakkan kain yang akan dibatik. Fungsinya agar pengrajin batik tulis dapat dengan mudah membuat pola motif batik tulis. Gawangan dapat terbuat dari kayu atau bambu.
Gawangan adalah tempat untuk meletakkan kain yang akan dibatik. Fungsinya agar pengrajin batik tulis dapat dengan mudah membuat pola motif batik tulis. Gawangan dapat terbuat dari kayu atau bambu.
3.
Wajan
Berupa wajan kecil untuk mencairkan malam atau lilin. Wajan ini bisa terbuat dari tembaga atau tanah liat.
Berupa wajan kecil untuk mencairkan malam atau lilin. Wajan ini bisa terbuat dari tembaga atau tanah liat.
4.
Anglo/komporkecil
Anglo digunakan untuk memanaskan wajan.
Anglo digunakan untuk memanaskan wajan.
5.
Malam/lilin
Malam batik tulis terbuat dari campuran berbagai jenis bahan yang berupa gondorukem,lemak minyak kelapa, dan parafin.
Malam batik tulis terbuat dari campuran berbagai jenis bahan yang berupa gondorukem,lemak minyak kelapa, dan parafin.
6.
Bahanpewarna
Biasa juga disebut sebagai wedel atau tom. Untuk pembuatan batik tulis, umumnya menggunakan pewarna alam.
Biasa juga disebut sebagai wedel atau tom. Untuk pembuatan batik tulis, umumnya menggunakan pewarna alam.
Proses pembuatan batik tulis adalah sebagai berikut :
1.
Pengloyoran
Proses awal pembuatan batik tulis disebut dengan pengloyoran. Pengloyoran adalah pencucian bahan kain dengan tujuan untuk mendapatkan daya serap warna yang lebih baik sehingga warna dapat lebih tajam. Selain itu pengloyoran juga bertujuan untuk melembutkan kain serta menjaga kondisi benang dalam keadaan baik.
Proses awal pembuatan batik tulis disebut dengan pengloyoran. Pengloyoran adalah pencucian bahan kain dengan tujuan untuk mendapatkan daya serap warna yang lebih baik sehingga warna dapat lebih tajam. Selain itu pengloyoran juga bertujuan untuk melembutkan kain serta menjaga kondisi benang dalam keadaan baik.
2.
Nyorek/mola
Proses berikutnya dari pembuatan batik tulis adalah Nyorek atau mola. Proses ini adalah menggambar motif dasar dan pola batik tulis diatas kain dengan menggunakan pensil ataupun arang kayu sebagai dasar untuk membuat pola batik tulis. Terkadang Nyorek bisa langsung menggunakan canting diatas kain sesuai dengan pola batik tulis yang diinginkan. Proses ini bisa memakan waktu berjam-jam hingga beberapa hari tergantung tingkat kerumitan pola batik tulis.
Proses berikutnya dari pembuatan batik tulis adalah Nyorek atau mola. Proses ini adalah menggambar motif dasar dan pola batik tulis diatas kain dengan menggunakan pensil ataupun arang kayu sebagai dasar untuk membuat pola batik tulis. Terkadang Nyorek bisa langsung menggunakan canting diatas kain sesuai dengan pola batik tulis yang diinginkan. Proses ini bisa memakan waktu berjam-jam hingga beberapa hari tergantung tingkat kerumitan pola batik tulis.
3.
Nyanthing
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyanthing. Proses ini menggunakan lilin panas dengan menggunakan canting untuk membuat outline (nglowong) dan diakhiri dengan pembuatan detil motif batik tulis (isen-isen). Dalam proses ini dikenal tahapan dalam istilah jawa Ngengrengi-Nyeceki-Nembok. Karena proses ini dikerjakan secara manual dengan tangan dan biasanya setiap proses demi proses nyanthing dilakukan oleh orang yang berbeda-beda, maka proses ini akan memakan waktu yang lama, rata-rata memakan waktu satu minggu. Jika desain batik tulis rumit, bisa memakan waktu 1-3 bulan.
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyanthing. Proses ini menggunakan lilin panas dengan menggunakan canting untuk membuat outline (nglowong) dan diakhiri dengan pembuatan detil motif batik tulis (isen-isen). Dalam proses ini dikenal tahapan dalam istilah jawa Ngengrengi-Nyeceki-Nembok. Karena proses ini dikerjakan secara manual dengan tangan dan biasanya setiap proses demi proses nyanthing dilakukan oleh orang yang berbeda-beda, maka proses ini akan memakan waktu yang lama, rata-rata memakan waktu satu minggu. Jika desain batik tulis rumit, bisa memakan waktu 1-3 bulan.
4.
Medel
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Medel. Proses pembuatan batik tulis ini adalah mencelupkan kain batik tulis yang sudah dipola dengan lilin (malam) ke delam cairan pewarna pertama. Proses pembuatan batik tulis pada tahap pencelupan akan dilakukan beberapa kali hingga mendapatkan warna yang diinginkan.
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Medel. Proses pembuatan batik tulis ini adalah mencelupkan kain batik tulis yang sudah dipola dengan lilin (malam) ke delam cairan pewarna pertama. Proses pembuatan batik tulis pada tahap pencelupan akan dilakukan beberapa kali hingga mendapatkan warna yang diinginkan.
5.
Ngerok/Mbirah
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah proses ngerok atau Mbirah. Proses ini bertujuan untuk melepaskan lilin (malam) dari kain batik tulis dengan menggunakan alat bantu yang terbuat dari logam, kemudian kain batik tulis dibilas dengan air dan dijemur.
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah proses ngerok atau Mbirah. Proses ini bertujuan untuk melepaskan lilin (malam) dari kain batik tulis dengan menggunakan alat bantu yang terbuat dari logam, kemudian kain batik tulis dibilas dengan air dan dijemur.
6.
Mbironi
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Mbironi. Pada proses ini bertujuan untuk menutupi detil-detil corak batik tulis dengan lilin panas menggunakan canting. Proses ini juga bertujuan untuk melengkapi motif-motif batik tulis yang belum diwarnai atau disebut dengan proses Ngrining.
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Mbironi. Pada proses ini bertujuan untuk menutupi detil-detil corak batik tulis dengan lilin panas menggunakan canting. Proses ini juga bertujuan untuk melengkapi motif-motif batik tulis yang belum diwarnai atau disebut dengan proses Ngrining.
7.
Nyoga
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyoga. Proses ini pada dasarnya sama seperti proses medel pada tahap sebelumnya, namun pada proses ini dilakukan untuk menambahkan warna-warna lain pada kain batik tulis yang sudah diberi warna sebelumnya.
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyoga. Proses ini pada dasarnya sama seperti proses medel pada tahap sebelumnya, namun pada proses ini dilakukan untuk menambahkan warna-warna lain pada kain batik tulis yang sudah diberi warna sebelumnya.
8.
Nglorot
Apabila semua motif telah diwarnai, maka pembuatan batik tulis berikutnya adalah Nglorot. Pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan lilin dari kain dengan cara merebus kain didalam air mendidih. Setelah itu kain batik tulis akan dibilas dengan air bersih untuk membersihkan keseluruhan kain batik tulis.
Apabila semua motif telah diwarnai, maka pembuatan batik tulis berikutnya adalah Nglorot. Pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan lilin dari kain dengan cara merebus kain didalam air mendidih. Setelah itu kain batik tulis akan dibilas dengan air bersih untuk membersihkan keseluruhan kain batik tulis.
9.
Penjemuran.
Proses terakhir dari pembuatan batik tulis adalah penjemuran kain batik tulis. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan kain batik tulis yang sudah selesai dibuat sehingga dapat dipakai.
Proses terakhir dari pembuatan batik tulis adalah penjemuran kain batik tulis. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan kain batik tulis yang sudah selesai dibuat sehingga dapat dipakai.
7.1 Makna
warna batik Gumelem
Banjarnegara adalah salah satu
sentra penghasil batik di nusantara, tepatnya terdapat di Kecamatan Susukan
yang berbatasan dengan wilayah banyumas. Namun pamor Batik Gumelem belum
sepopuler Batik Pekalongan, Batik Solo atau Batik Banyumas. Di satu sisi kita
ingin Batik Gumelem dikenal, digunakan masyarakat umum dengan harga terjangkau,
namun di sisi lain kita juga tak ingin kehilangan ciri khas keaslian Batik
Tulis Gumelem yang masih memegang pakem. Bicara Batik Gumelem tak mungkin
melewatkan sejarah kemunculannya. Sampai saat ini belum ada penelitian yang
secara khusus menguak sejarah Batik Gumelem. Sentra Batik Gumelem berada di
Dukuh Dagaran dan Karangpace (Gumelem Wetan) dan Dukuh Ketandan, Beji dan
Kauman (Gumelem Kulon). Masa keemasan Batik Gumelem mengalami penurunan sejalan
dengan berubahnya kademangan yang merupakan tanah perdikan (bebas pajak) di
bawah pengaruh Kasunanan Surakarta. Status dan wilayah Kademangan berubah
karena Surakarta dilanda krisis politik dan pemerintahan, wilayahnya pun lantas
dibagi dua menjadi Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon. Status kademangan menjadi
desa praja. Lina Rachman (2010:27).
Keterkaitan sejarah Batik Gumelem
dengan Batik Banyumas membuat ciri khas Batik Gumelem sedikit banyak terdapat
kesamaan dengan Batik Banyumas. Sebagai contoh motif kawung, di Gumelem menjadi
kawung ceplokan, jahe serimpang, godong lumbu, pring sedapur dan sebagainya.
Batik Gumelem juga tidak meninggalkan corak batik klasik khas kraton seperti
Sidomukti dan Sidoluhur. Karena jika ditelusuri dalam sejarah, sama halnya
dengan batik-batik banyumasan lainnya, batik mulai dikenal di Gumelem sejak
Perang Diponegoro saat Pangeran Puger mengungsi ke Banyumas. Kraton yang pada
masa itu merupakan pusat segala kegiatan kerajaan, diikuti oleh para punggawa dan
budayawan termasuk di dalamnya para seniman batik. Di tempat yang baru
tersebut, batik dikembangkan dengan gaya dan selera masyarakat setempat, maka
salah satunya munculah Batik Gumelem. Motif batik di Gumelem sendiri mengalami
pembagian dalam dua golongan corak, yaitu klasik dan kontemporer. Corak klasik
antara lain : Udan Liris, Sido Mukti, Buntelan, Sekar Jagad, Parang Angkrik.
Pada motif kontemporer sudah sedikit banyak perbedaan dengan batik banyumas.
Motif kontemporer lebih variatif, mengakomodir kekhasan Banjarnegara,
menggunaan pewarnaan yang lebih berani seperti hijau, merah, biru dan
warna-warna lain sesuai keinginan, dikerjakan oleh pembatik-pembatik muda,
corak relatif jarang-jarang dan besar-besar, satu muka atau dituangkan hanya
satu sisi kain, dan dapat disesuaikan dengan order baik waktu pengerjaan, warna
maupun harga. Contoh Corak Kontemporer: Candi Arjuna, Kantil Rinonce, Sekar
Tirta, Pilih Tanding dan lain-lain (Suryanto, 2010).
Warna
didefinisikan sebagai getaran atau gelombang yang diterima indra penglihatan
manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui sebuah benda. (Mikke Susanto,
2011:433). Warna merupakan nama yang biasanya digunakan untuk menyebut komponen
tidak berbentuk yang muncul dari aktivitas retina mata yang berhubungan dengan
syaraf. Warna juga merupakan perwujudan dari fenomena cahaya atau sensasi atau
persepsi visual yang membedakan suatu obyek meskipun objek tersebut sama persis
bentuk, ukuran dan teksturnya (Sulasmi, 1984:4).
Adapun pendapat
lain warna termasuk unsur visual atau unsur yang nampak. Warna dapat membedakan
sebuah bentuk dari sekelilingnya. Warna disini digunakan dalam arti yang luas
tidak hanya meliputi secara spektrum tetapi mencangkup juga warna netral
(hitam, putih, abu-abu), dan segala ragam nada dan ronanya (Wong, 1989:4). Dari
uraian diatas dapat diartikan bahwa warna merupakan cahaya yang dihasilkan dari
jarak antara yang bisa diakses indra manusia tersebut dapat diurai menjadi
prisma kaca menjadi warna, yang kemudian dinamakan warna cahaya. Sedangkan
bagian dari penglihatan yang dihasilkan dari pancaran cahaya ke sebuah benda
dan kemudian dipantulkan ke mata kita disebut warna pigmen.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari
uraian pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan tentang makna simbolik motif
dan warna kain batik Gumelem Banjarnegara adalah sebagai berikut :
Makna
simbolik yang terkandung di dalam motif batik Gumelem Banjarnegara kebanyakan
bersifat monumental dari alam sekelilingnya, imajinasi atau kepercayaan dari
senimannya yang biasanya anonim sesuai dengan sifat bangsa Indonesia terutama
Jawa yang selalu tidak mau atau tidak boleh menonjolkan diri atau karyanya, dan
bersikap andap asor. Oleh karena itu, sulit bagi kita untuk menerapkan siapakan
sebetulnya pencipta dari motif-motif batik tersebut. Secara historis, lahirnya
motif-motif itu mengandung makna filosofis, maksud dan tujuan tertentu. Motif
batik itu merupakan salah satu manifestasi dari kepercayaan Raja atau
masyarakat pada waktu itu, atau diciptakan untuk sesuatu harapan yang baik
biasanya tercantum pada nama-nama dari motif batik tersebut. Misalnya, motif
Semen berasal dari kata semi yang berarti tumbuh. Polanya berbentuk kuncup atau
tanaman. Pola ini mengandung harapan agar barang siapa yang menggunakan akan
mendapat rejeki penghidupannya terus tumbuh bersemi.
Di dalam hal warnanya batik Gumelem
Banjarnegara menggunakan warna hitam, putih, coklat dan biru tua. Sedangkan
batik Kontemporer Gumelem Banjarnegara menggunakan warna yang cerah yaitu
merah, hijau, dan biru muda.
a.
Warna coklat bermakna
membangkitkan rasa kerendahan diri, kesederhanaan dan mem”bumi”, kehangatan,
bagi pemakainya. Dalam pemakaiannya warna coklat terutama, sering kita temukan dalam
motif parang .
b.
Warna biru tua melambangkan rasa ketenangan,
kelembutan, keihlasan, dan rasa kesetiaan biasanya dapat ditunjukkan melalui
pemakaian warna ini.
c.
Warna putih menunjukkan rasa
ketidakbersalahan, kesucian, ketentraman hati dan keberanian serta sifat pemaaf
si pemakainya
d.
Dari warna-warna yang terdapat dalam motif
batik juga terdapat warna yang kehitam-hitaman. Sesungguhnya warna hitam yang
dimaksudkan merupakan suatu warna biru yang sangat tua, sehingga tampak seperti
hitam. Jadi warna hitam dalam batik melambangkan antara lain suatu kewibawaan,
keberanian, kekuatan, ketenangan, percaya diri dan dominasi. Warna hitam
merupakan warna poko yang harus ada pada batik Gumelem.
LAMPIRAN


DAFTAR
PUSTAKA
Juhartiningrum,
Eko.2010.Istilah-Istilah Jamu Tradisional
Jawa Di Kabupaten Sukoharjo ( Suatu Kajian Etnolinguistik).Surakarta:
Skripsi Universitas Sebelas Maret.
Dwijayanti,
desy.2014.Seni Tradisi Ujungan Pada
Masyarakat Desa Gumelem Wetan Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara.
Prodi pendidikan bahasa dan sastra jawa.
Seno Aji Dwi Susilo. 2013. Industri
Batik Gumelem Kecamatan Susukan
Kabupaten Banjarnegara Tahun
1998-2007. Program Studi Ilmu Sejarah/ S1.
Fakultas
Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang
Wawancara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar