Rabu, 13 Januari 2016

MKI makalah ilmiah


 

Description: E:\helvy andri_2601412142\logo-unnes.png


TUGAS PENELITIAN
MAKNA BATIK GUMELEM
DENGAN  MOTIF BABON ANGREM

Arista Kusumaningrum
(2601413114)





FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah Swt., yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya mampu menyelesaikan makalah penelitian yang berjudul “Makna Batik Gumelem dengan Motif Babon Angrem”. makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah .
Saya  menyadari bahwa selama penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu kami menyelesaikan makalah ini, serta teman-teman yang telah memotivasi penulis untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini. Selain itu sayapun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal ini maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhirnya, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb


                                                                                                Semarang, 20 Oktober 2015

Penulis








ABSTRAK

Kata kunci : Mendeskripsikan Makna Simbolik Motif Babon Angrem dan Warna Batik Gumelem Banjarnegara.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subjek penelitian ini adalah batik masyarakat Banjarnegara. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Alat penelitian yang digunakan berupa instrumen pertanyaan, tape recorder dan kamera.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: makna simbolik yang terkandung di dalam motif batik Gumelem Banjarnegara dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: (1) Dari segi motif batik Gumelem Banjarnegara terinspirasi dari alam sekelilingnya, imajinasi atau kepercayaan dari senimannya yang biasanya anonim sesuai dengan sifat bangsa Indonesia khususnya Jawa yang selalu tidak mau/tidak boleh menonjolkan diri/karyanya, dan bersikap andap asor. Oleh karena itu, sulit bagi kita untuk menerapkan siapakah sebetulnya pencipta dari motif-motif batik tradisonal tersebut. Motif atau ragam hias pada batik tradisional sangat beraneka ragam. Secara historis, lahirnya motif-motif itu mengandung makna filosofis, maksud dan tujuan tertentu. Motif batik itu merupakan salah satu manifestasi dari kepercayaan Raja atau masyarakat pada waktu itu, atau diciptakan untuk sesuatu harapan yang baik biasanya tercantum pada nama-nama dari motif batik tersebut. Misalnya motif Semen berasal dari kata semi yang berarti tumbuh. Polanya berbentuk kuncup atau tanaman. Pola ini mengandung pengharapan agar barang siapa yang menggunakan akan mendapat rejeki penghidupannya terus tumbuh bersemi. (2) Dari segi warna batik Gumelem Banjarnegara lebih sering menggunakan warna hitam, putih, coklat, biru tua, merah, hijau, dan biru muda. Hitam melambangkan keabadian, putih melambangkan kesucian, coklat melambangkan kehidupan, merah melambangkan keberanian, hijau melambangkan kesuburan, dan biru melambangkan kedamaian.









BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Batik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya Jawa sehingga batik menjadi cukup kuat keberadaannya ditengah masyarakat. Karena batik telah diangkat sebagai warisan budaya bangsa yang mempunyai ciri khas dan menunjukan identitas bangsa, dikenakan oleh pejabat maupun masyarakat luas dalam berbagai acara resmi, bila ditelaah secara mendalam batik tak sekedar pakaian saja, batik juga merupakan salah satu karya seni rupa yang memang asli dari bangsa Indonesia.
Batik merupakan kekayaan budaya bangsa Indonesia, yang saat ini telah berkembang, baik lokasi penyebaran, teknologi dan desainnya. Semula batik hanya dikenal didaerah kraton di Jawa. Pada masa itu batik hanya dibuat dengan sistem tulis sedangkan pewarna yang digunakan berasal dari alam baik tumbuh tumbuhan maupun binatang ( Riyanto, dkk. 1997: 1 ). Batik di Jawa berkembang sampai daerah-daerah lain seperti Banyumas, Tulungagung, Wonogiri, Tasikmalaya dan Garut. Batik juga berkembang di pesisir utara seperti Jakarta, Indramayu, Cirebon, Pekalongan, Lasem, Tuban, Gresik, Sidoarjo, dan Madura.
Teknologi yang digunakan semakin berkembang, hal ini dapat dilihat dari peralatan membatik yang sudah canggih, sebagai contoh canting yang menggunakan aliran listrik. Desain yang semakin beragam dari motif dan warna yang digunakan juga beragam untuk batik daerah pesisir.
Di Indonesia batik dibuat di berbagai daerah, terutama di Pulau Jawa. Jawa Tengah merupakan salah satu pusat kegiatan pembatikan. Dibandingkan dengan perbatikan dari daerah lain, batik dari daerah Jawa Tengah lebih halus pembatikannya. Setiap daerah pembatikan mempunyai keunikan dan ciri khas masing-masing, baik dalam ragam hias maupun tata warnanya. Namun demikian, dapat dilihat adanya persamaan maupun perbedaan antar batik berbagai daerah tersebut. Bangsa Indonesia sebagai suatu bangsa yang bersatu, walaupun terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat yang berbeda, ternyata memiliki selera dan pola citra yang hampir sama. Tentu saja kalau ada perbedaan dalam gaya dan selera, itu disebabkan oleh letak geografis daerah pembuat batik yang bersangkutan, sifat dan tata penghidupan daerah yang bersangkutan, kepercayaan dan adat istiadat yang ada di daerah yang bersangkutan, keadaan alam sekitarnya dan adanya kontak atau hubungan dengan daerah pembatikan lain (Djoemena,1986:1).
Pertumbuhan batik yang berlainan, menjadikan corak dan warna yang beragam sesuai dengan asalnya, misalnya daerah pesisir seperti Cirebon, Pekalongan, Lasem akan berbeda dengan daerah Solo atau Yogyakarta. Pada umumnya batik daerah pesisir memiliki ciri warna yang beraneka ragam seperti merah, biru, hijau dan lainnya. Sedangkan untuk daerah Solo atau Yogyakarta menggunakan warna sogan, biru, hitam, kream dan putih.
Banyak hal yang dapat diungkapkan dalam seni batik seperti latarbelakang kebudayaan, kepercayaan adat istiadat, sifat, tata kehidupan, alam lingkungan, cita rasa, tingkat keterampilan dan lain sebagainya. Beberapa daerah di Jawa Tengah yang sampai saat ini dikenal dengan sebutan “kota batik”, antara lain, Solo dan Pekalongan. Kedua daerah tersebut dikenal sebagai kota batik, karena menghasilkan batik dalam jumlah besar dan jenis yang beragam. Di Jawa Tengah sesungguhnya tidak hanya kedua kota itu saja yang dikenal sebagai penghasil batik, namun ada daerah lain yang juga menghasilkan batik yaitu Wonogiri, Tegal dan Lasem. Motif dan warna batik dari masing-masing daerah memperlihatkan ciri yang khas. Batik yang dihasilkan dari daerah di sepanjang pantai utara Jawa dikenal dengan batik pesisiran, sedangkan batik dari daerah pedalaman (batik yang berkembang di sekitar kraton) .Secara umum masyarakat luas lebih mengenal batik dari daerah Pekalongan, Yogyakarta, Lasem dan Solo. Banjarnegara belum pernah mendeklarasikan diri secara resmi tentang kekayaan budayanya dalam bidang batik. Padahal, Banjarnegara memiliki budaya batik yang telah menempuh lintasan sejarah yang panjang, sehingga telah mengalami kristalisasi nilai-nilai serta ciri-ciri yang khas dan unik. Segelintir orang yang sudah terbilang mengerti dalam mencermati kekhasan motif batik di daerah-daerah bahkan bisa dengan cepat menyebutkan jenisnya dan sebagian besar mereka bisa mengenali mana batik Pati, Tegal, Kebumen, atau Purwerejo, yang bisa dikatakan daerah-daerah tersebut tidak terlalu dikenal kerajinan batiknya. Tetapi apabila kita menanyakan adakah batik Banjarnegara, sebagian besar mengatakan dan sangat mungkin yang kita dapatkan jawabannya hanya gelengan kepala, sungguh ironis memang.
Persoalan mengenai apakah Banjarnegara punya sesuatu yang layak dikedepankan dalam hal kreasi tekstil ini menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Kalau kita menengok wacana belakangan mengenai revitalisasi batik di setiap daerah dengan keyakinan setiap daerah punya batik khas, maka Banjarnegara patut dipertimbangkan. Sebagian besar masyarakat masih belum percaya bahwa Banjarnegara punya batik yang menjadi ciri khasnya.
Keraguan masyarakat tersebut bisa disangkal, karena batik Banjarnegara itu memang sudah ada sejak dulu. Hal ini dapat dibuktikan pada masa lalu, Banjarnegara pernah punya aktivitas perbatikan. Nama Kampung Batik di sekitar di daerah Susukan, Dan dapat pula dibuktikan bahwa dalam beberapa literatur, muncul beberapa batik yang tegas-tegas disebut Batik Gumelem, khususnya dalam ulasan mengenai batik pedalaman. Begitu pula muncul beberapa nama yang disebut sebagai pengusaha batik Banjarnegara.
Terkait dengan perkembangan batik melalui kebutuhan substensi masyarakat saat itu maka dalam peneliti ini mengkaji memilih perkembangan batik di Gumelem. Menurut Lina Rachman (2010:20) dikemukakan bahwa, sejalan dengan perkembangan batik di Sokaraja Banyumas, maka dalam sejarahnya disebelah timur kota Banyumas, terdapat kerabat Keraton Mataram yang bernama Ki Ageng Gumelem yang bertempat tinggal sekarang bernama Gumelem. Gumelem dulu hanya satu kepemimpinan yang dipilih oleh para Demang, dalam perkembangannya Gumelem sekarang terdiri dari dua wilayah pemerintahan desa yaitu Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon. Sebagai tempat menetap kerabat keraton, maka wilayah ini juga menjadi pusat kegiatan pembatikan di wilayah Banjarnegara. Batik klasik Gumelem dipengaruhi oleh gaya Mataram Yogyakarta dan Solo, corak dan motif hampir sama dengan corak yang dibawa oleh abdi dan kerabat keraton Mataram. Sebagai contoh motif klasik yaitu: Udan Liris, Buntalan, Parang Angkrik. Batik Gumelem juga tidak meninggalkan corak batik klasik keraton seperti Sidomukti dan Sidoluhur. Karena jika ditelusuri dalam sejarah, sama halnya dengan batik-batik Banyumas lainnya, batik mulai dikenal di Gumelem sejak perang Diponegoro saat pangeran Puger mengungsi ke Banyumas. Keraton yang pada masa itu merupakan pusat segala kegiatan kerajaan, diikuti oleh para punggawa dan budayawan termasuk di dalamnya para seniman batik. Di tempat yang baru tersebut, batik dikembangkan dengan gaya dan selera masyarakat setempat. Selain itu ada juga motif kontemporer, mengakomodir kekhasan Banjarnegara, menggunakan pewarnaan yang lebih berani seperti hijau, biru, merah dan warna-warna lain sesuai keinginan, dikerjakan oleh pembatik-pembatik muda, corak relatif jarang-jarang dan besar-besar, satu muka atau dituangkan hanya satu sisi kain, dan dapat disesuaikan dengan order baik waktu pengerjaan, warna maupun harga. Contoh corak kontemporer : Candi Arjuna, Sekar Kanthil, Semen Klawer, Pakis Tanjung, Cendol Salak, Jahean, Ceplok Gunungan, Sekar tirto, Parang Salak dan Gilar-gilar. Dengan berkembangnya batik Gumelem Banjarnegara berbagai motif telah diciptakan dan mempunyai ciri khas yaitu mempunyai motif asli yang bergaya Mataram dan sangat halus, motif batik didominasi oleh motif kontemporer yang kaya akan warna dan geometrik, motif batik dengan latar belakang warna gelap atau hitam. Motif batik diciptakan dengan tetap mempunyai makna filosofi budaya masyarakatnya.

2.1  Pembatasan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini difokuskan motif babon angrem dan warna batik Gumelem, Banjarnegara.

3.1  Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas , maka penelitian ini akan mengkaji permasalahan sebagai berikut :
1.      Bagaimanakah makna simbolik motif babon angrem ?
2.      Bagaimana makna warna batik Gumelem ?

4.1  Tujuan Penelitian
      Berdasarkan masalah di atas , maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1.      Mendeskripsikan makna simbolik motif babon angrem.
2.      Mendeskripsikan makna warna batik Gumelem.

5.1  Manfaat Penelitian
      Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
a.       Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan teori linguistik khususnya teori etnolinguistik.
b.      Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1.      Generasi muda, sebagai pengetahuan akan batik atau kebudayaan Jawa disuatu daerah.
2.      Pendidik, sebagai tambahan dalam materi pelajaran kebudayaan masyarakat Jawa , khususnya Kabupaten Banjarnegara.
3.      Peneliti, sebagai bahan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
4.      Pembaca, semoga dapat memberi informasi mengenai kebudayaan Jawa.





































BAB II
PEMBAHASAN

HASIL OBSERVASI

A.    Lokasi
Lokasi tempat penulis  malakukan observasi yaitu di Desa Gumelem Wetan, Kecamatan Susukan,Kabupaten Banjarnegara .Observasi tersebut di lakukan pada hari Sabtu, 17 Oktober 2015 pada pukul 08.00 s/d selesai. Sumber data dalam penelitian ini adalah Bu Siti pembuat batik industri rumahan dan masyarakat Desa Gumelem Wetan.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil wawancara, catatan harian, rekaman/video dan foto-foto. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi nonpartisipan, wawancara terbuka, dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini menggunakan human instrumen dan dibantu dengan alat bantu lainnya. Teknik keabsahan data ini menggunakan trianggulasi sumber dan metode. Teknik analisis data, peneliti menggunakan model etnografi.

B.     Prosedur

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui hasil wawancara, catatan harian, rekaman/video dan foto-foto. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah observasi nonpartisipan, wawancara terbuka, dan dokumentasi. Instrumen penelitian ini menggunakan human instrumen dan dibantu dengan alat bantu lainnya. Teknik keabsahan data ini menggunakan trianggulasi sumber dan metode. Teknik analisis data, peneliti menggunakan model etnografi.
 Teknik interview ( wawancara) : teknik ini di lakukan untuk mendapatkan data primer maka menggunakan teknik wawancara.Wawancara  yang pelaksanaanya di lakukan secara bebas dan menggunakan pertanyaan –pertanyaan terbuka yang di lakukan sacara porpusive dengan nara sumber atau responden.














6.1  Makna simbolik motif Babon Angrem


Motif Babon Angrem
Description: https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTxXTJb1IHhEvtOVugcxDEU0_EqBg6gHxsBKVvFCZao30JCu7a0
Motif Babon Angrem Dokumentasi
                        

                


Description: https://encrypted-tbn3.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTdUa5aS6xplNHe8bbYtk1kuQHC9GrqSkkOAaJgAY_Ui-loRr5s

Terdapat gambar ayam/babon/induk ayam,
 yang ekornya mekar karena mengerami telurnya






Batik Babon Angrem ini termasuk “semenan” dari kata “semi” yang berarti tumbuh, maksud dari nama “babon-angrem” adalah ayam betina yang sedang mengerami telur. Batik ini digunakan pada saat upacara tujuh bulanan pada ibu hamil, yang melambangkan kasih sayang dan kesabaran seorang ibu agar sifat tersebut dapat menurun atau ditiru oleh anaknya kelak.  Motif tersebut melambangkan bahwa seorang wanita yang sedang mengandung hendaknya memiliki rasa kasih sayang dan kesabaran, agar sifat tersebut dapat diwarisi oleh si anak kelak jika telah lahir.  Sedangkan makna kultural dari batik ini adalah permohonan keturunan sebagai penyambung sejarah.
Karena seekor ayam jika sedang mengerami telurnya membutuhkan hari yang cukup lama agar telurnya dapat menetas dengan sempurna. Batik babon angrem tergolong ke dalam motif batik geometris, yaitu batik yang berbentuk flora atau fauna.  Isen yang terdapat pada batik babon angrem adalah ukel yang diselingi dengan gambar dua unggas yang sedang berhadap-hadapan.  Batik ini termasuk semen-latar hitam yang dipakai untuk orang dewasa dari semua golongan dan status. Motif batik ini tergolong besar-besar sehingga tidak baik atau kurang pantas dipakai oleh anak-anak. Batik babon angrem ini tergolong batik tengahan artinya berkembang pada pertengahan abad XVIII.
Dalam mendesain suatu prodak pengrajin selalu melihat alam sekitar tempat mereka. Jadi apa yang mereka lihat indah itu yang mereka gambar atau mereka buat. Jika kita buat kombinasi cecek-cecek dengan warna dasarnya menurut warna-warna yang bisa dipakai dalam pembatikan yaitu warna-warna biru tua, coklat dan putih.

               
Bahan – bahan Batik :
  1. Mori ( Jenis Prisma, Prima, Blaco, Sutera dll )
  2. Lilin Batik
  3. Zat pewarna ( Jenis Naptol, Garam Diazo, Rapid, Indigosol, Remasol, Prosion, Indrantren, Soga Koppel, Zat warna alam, dll )
  4. Obat pembantu ( TRO, Soda Abu, Soda Kostik, Natrium nitrit, Asam Clorida, Garam Dapur, Tawas, Waterglass, dll )

Alat- alat yang diperlukan dalam proses pembuatan batik tulis

1.      Canting
Canting adalah alat untuk membatik yang digunakan untuk membuat pola dari motif batik tulis. Biasanya terbuat dari bahan tembaga yang ujungnya menyerupai paruh burung.
2.      Gawangan
Gawangan adalah tempat untuk meletakkan kain yang akan dibatik. Fungsinya agar pengrajin batik tulis dapat dengan mudah membuat pola motif batik tulis. Gawangan dapat terbuat dari kayu atau bambu.
3.      Wajan
Berupa wajan kecil untuk mencairkan malam atau lilin. Wajan ini bisa terbuat dari tembaga atau tanah liat.
4.      Anglo/komporkecil
Anglo digunakan untuk memanaskan wajan.
5.      Malam/lilin
Malam batik tulis terbuat dari campuran berbagai jenis bahan yang berupa gondorukem,lemak minyak kelapa, dan parafin.
6.      Bahanpewarna
Biasa juga disebut sebagai wedel atau tom. Untuk pembuatan batik tulis, umumnya menggunakan pewarna alam.

Proses pembuatan batik tulis adalah sebagai berikut :

1.      Pengloyoran
Proses awal pembuatan batik tulis disebut dengan pengloyoran. Pengloyoran adalah pencucian bahan kain dengan tujuan untuk mendapatkan daya serap warna yang lebih baik sehingga warna dapat lebih tajam. Selain itu pengloyoran juga bertujuan untuk melembutkan kain serta menjaga kondisi benang dalam keadaan baik.
2.      Nyorek/mola
Proses berikutnya dari pembuatan batik tulis adalah Nyorek atau mola. Proses ini adalah menggambar motif dasar dan pola batik tulis diatas kain dengan menggunakan pensil ataupun arang kayu sebagai dasar untuk membuat pola batik tulis. Terkadang Nyorek bisa langsung menggunakan canting diatas kain sesuai dengan pola batik tulis yang diinginkan. Proses ini bisa memakan waktu berjam-jam hingga beberapa hari tergantung tingkat kerumitan pola batik tulis.
3.      Nyanthing
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyanthing. Proses ini menggunakan lilin panas dengan menggunakan canting untuk membuat outline (nglowong) dan diakhiri dengan pembuatan detil motif batik tulis (isen-isen). Dalam proses ini dikenal tahapan dalam istilah jawa Ngengrengi-Nyeceki-Nembok. Karena proses ini dikerjakan secara manual dengan tangan dan biasanya setiap proses demi proses nyanthing dilakukan oleh orang yang berbeda-beda, maka proses ini akan memakan waktu yang lama, rata-rata memakan waktu satu minggu. Jika desain batik tulis rumit, bisa memakan waktu 1-3 bulan.
4.      Medel
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Medel. Proses pembuatan batik tulis ini adalah mencelupkan kain batik tulis yang sudah dipola dengan lilin (malam) ke delam cairan pewarna pertama. Proses pembuatan batik tulis pada tahap pencelupan akan dilakukan beberapa kali hingga mendapatkan warna yang diinginkan.
5.      Ngerok/Mbirah
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah proses ngerok atau Mbirah. Proses ini bertujuan untuk melepaskan lilin (malam) dari kain batik tulis dengan menggunakan alat bantu yang terbuat dari logam, kemudian kain batik tulis dibilas dengan air dan dijemur.
6.      Mbironi
Proses pembuatan batik tulis berikutnya adalah Mbironi. Pada proses ini bertujuan untuk menutupi detil-detil corak batik tulis dengan lilin panas menggunakan canting. Proses ini juga bertujuan untuk melengkapi motif-motif batik tulis yang belum diwarnai atau disebut dengan proses Ngrining.
7.      Nyoga
Proses pembuatan batik tulis selanjutnya adalah Nyoga. Proses ini pada dasarnya sama seperti proses medel pada tahap sebelumnya, namun pada proses ini dilakukan untuk menambahkan warna-warna lain pada kain batik tulis yang sudah diberi warna sebelumnya.
8.      Nglorot
Apabila semua motif telah diwarnai, maka pembuatan batik tulis berikutnya adalah Nglorot. Pada proses ini bertujuan untuk menghilangkan lilin dari kain dengan cara merebus kain didalam air mendidih. Setelah itu kain batik tulis akan dibilas dengan air bersih untuk membersihkan keseluruhan kain batik tulis.
9.      Penjemuran.
Proses terakhir dari pembuatan batik tulis adalah penjemuran kain batik tulis. Proses ini bertujuan untuk mengeringkan kain batik tulis yang sudah selesai dibuat sehingga dapat dipakai.


7.1  Makna warna batik Gumelem

Banjarnegara adalah salah satu sentra penghasil batik di nusantara, tepatnya terdapat di Kecamatan Susukan yang berbatasan dengan wilayah banyumas. Namun pamor Batik Gumelem belum sepopuler Batik Pekalongan, Batik Solo atau Batik Banyumas. Di satu sisi kita ingin Batik Gumelem dikenal, digunakan masyarakat umum dengan harga terjangkau, namun di sisi lain kita juga tak ingin kehilangan ciri khas keaslian Batik Tulis Gumelem yang masih memegang pakem. Bicara Batik Gumelem tak mungkin melewatkan sejarah kemunculannya. Sampai saat ini belum ada penelitian yang secara khusus menguak sejarah Batik Gumelem. Sentra Batik Gumelem berada di Dukuh Dagaran dan Karangpace (Gumelem Wetan) dan Dukuh Ketandan, Beji dan Kauman (Gumelem Kulon). Masa keemasan Batik Gumelem mengalami penurunan sejalan dengan berubahnya kademangan yang merupakan tanah perdikan (bebas pajak) di bawah pengaruh Kasunanan Surakarta. Status dan wilayah Kademangan berubah karena Surakarta dilanda krisis politik dan pemerintahan, wilayahnya pun lantas dibagi dua menjadi Gumelem Wetan dan Gumelem Kulon. Status kademangan menjadi desa praja. Lina Rachman (2010:27).
Keterkaitan sejarah Batik Gumelem dengan Batik Banyumas membuat ciri khas Batik Gumelem sedikit banyak terdapat kesamaan dengan Batik Banyumas. Sebagai contoh motif kawung, di Gumelem menjadi kawung ceplokan, jahe serimpang, godong lumbu, pring sedapur dan sebagainya. Batik Gumelem juga tidak meninggalkan corak batik klasik khas kraton seperti Sidomukti dan Sidoluhur. Karena jika ditelusuri dalam sejarah, sama halnya dengan batik-batik banyumasan lainnya, batik mulai dikenal di Gumelem sejak Perang Diponegoro saat Pangeran Puger mengungsi ke Banyumas. Kraton yang pada masa itu merupakan pusat segala kegiatan kerajaan, diikuti oleh para punggawa dan budayawan termasuk di dalamnya para seniman batik. Di tempat yang baru tersebut, batik dikembangkan dengan gaya dan selera masyarakat setempat, maka salah satunya munculah Batik Gumelem. Motif batik di Gumelem sendiri mengalami pembagian dalam dua golongan corak, yaitu klasik dan kontemporer. Corak klasik antara lain : Udan Liris, Sido Mukti, Buntelan, Sekar Jagad, Parang Angkrik. Pada motif kontemporer sudah sedikit banyak perbedaan dengan batik banyumas. Motif kontemporer lebih variatif, mengakomodir kekhasan Banjarnegara, menggunaan pewarnaan yang lebih berani seperti hijau, merah, biru dan warna-warna lain sesuai keinginan, dikerjakan oleh pembatik-pembatik muda, corak relatif jarang-jarang dan besar-besar, satu muka atau dituangkan hanya satu sisi kain, dan dapat disesuaikan dengan order baik waktu pengerjaan, warna maupun harga. Contoh Corak Kontemporer: Candi Arjuna, Kantil Rinonce, Sekar Tirta, Pilih Tanding dan lain-lain (Suryanto, 2010).
Warna didefinisikan sebagai getaran atau gelombang yang diterima indra penglihatan manusia yang berasal dari pancaran cahaya melalui sebuah benda. (Mikke Susanto, 2011:433). Warna merupakan nama yang biasanya digunakan untuk menyebut komponen tidak berbentuk yang muncul dari aktivitas retina mata yang berhubungan dengan syaraf. Warna juga merupakan perwujudan dari fenomena cahaya atau sensasi atau persepsi visual yang membedakan suatu obyek meskipun objek tersebut sama persis bentuk, ukuran dan teksturnya (Sulasmi, 1984:4).
Adapun pendapat lain warna termasuk unsur visual atau unsur yang nampak. Warna dapat membedakan sebuah bentuk dari sekelilingnya. Warna disini digunakan dalam arti yang luas tidak hanya meliputi secara spektrum tetapi mencangkup juga warna netral (hitam, putih, abu-abu), dan segala ragam nada dan ronanya (Wong, 1989:4). Dari uraian diatas dapat diartikan bahwa warna merupakan cahaya yang dihasilkan dari jarak antara yang bisa diakses indra manusia tersebut dapat diurai menjadi prisma kaca menjadi warna, yang kemudian dinamakan warna cahaya. Sedangkan bagian dari penglihatan yang dihasilkan dari pancaran cahaya ke sebuah benda dan kemudian dipantulkan ke mata kita disebut warna pigmen.





BAB III

PENUTUP


Kesimpulan

Dari uraian pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan tentang makna simbolik motif dan warna kain batik Gumelem Banjarnegara adalah sebagai berikut :
Makna simbolik yang terkandung di dalam motif batik Gumelem Banjarnegara kebanyakan bersifat monumental dari alam sekelilingnya, imajinasi atau kepercayaan dari senimannya yang biasanya anonim sesuai dengan sifat bangsa Indonesia terutama Jawa yang selalu tidak mau atau tidak boleh menonjolkan diri atau karyanya, dan bersikap andap asor. Oleh karena itu, sulit bagi kita untuk menerapkan siapakan sebetulnya pencipta dari motif-motif batik tersebut. Secara historis, lahirnya motif-motif itu mengandung makna filosofis, maksud dan tujuan tertentu. Motif batik itu merupakan salah satu manifestasi dari kepercayaan Raja atau masyarakat pada waktu itu, atau diciptakan untuk sesuatu harapan yang baik biasanya tercantum pada nama-nama dari motif batik tersebut. Misalnya, motif Semen berasal dari kata semi yang berarti tumbuh. Polanya berbentuk kuncup atau tanaman. Pola ini mengandung harapan agar barang siapa yang menggunakan akan mendapat rejeki penghidupannya terus tumbuh bersemi.
 Di dalam hal warnanya batik Gumelem Banjarnegara menggunakan warna hitam, putih, coklat dan biru tua. Sedangkan batik Kontemporer Gumelem Banjarnegara menggunakan warna yang cerah yaitu merah, hijau, dan biru muda.

a.       Warna coklat bermakna membangkitkan rasa kerendahan diri, kesederhanaan dan mem”bumi”, kehangatan, bagi pemakainya. Dalam pemakaiannya warna coklat terutama, sering kita temukan dalam motif parang .
b.       Warna biru tua melambangkan rasa ketenangan, kelembutan, keihlasan, dan rasa kesetiaan biasanya dapat ditunjukkan melalui pemakaian warna ini.
c.       Warna putih menunjukkan rasa ketidakbersalahan, kesucian, ketentraman hati dan keberanian serta sifat pemaaf si pemakainya
d.       Dari warna-warna yang terdapat dalam motif batik juga terdapat warna yang kehitam-hitaman. Sesungguhnya warna hitam yang dimaksudkan merupakan suatu warna biru yang sangat tua, sehingga tampak seperti hitam. Jadi warna hitam dalam batik melambangkan antara lain suatu kewibawaan, keberanian, kekuatan, ketenangan, percaya diri dan dominasi. Warna hitam merupakan warna poko yang harus ada pada batik Gumelem.


LAMPIRAN

Description: D:\FOTO\Camera\P_20151017_102610.jpg














Description: D:\FOTO\Camera\P_20151017_104253.jpg


























DAFTAR PUSTAKA

Juhartiningrum, Eko.2010.Istilah-Istilah Jamu Tradisional Jawa Di Kabupaten Sukoharjo ( Suatu Kajian Etnolinguistik).Surakarta: Skripsi Universitas Sebelas Maret.

Dwijayanti, desy.2014.Seni Tradisi Ujungan Pada Masyarakat Desa Gumelem Wetan Kecamatan Susukan Kabupaten Banjarnegara. Prodi pendidikan bahasa dan sastra jawa.

Seno Aji Dwi Susilo. 2013. Industri Batik Gumelem Kecamatan Susukan
Kabupaten Banjarnegara Tahun 1998-2007. Program Studi Ilmu Sejarah/ S1.
Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang

Wawancara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar